Romansa Bandung

Aksara Sunda Baku: Warisan Tulisan Kuno yang Kembali Dihidupkan

Wisata Bandung

“Aksara ini merupakan hasil adaptasi dari Aksara Sunda Kuno yang telah ada sejak berabad-abad lalu.”

RomansaBandung.com – Aksara Sunda Baku adalah sistem penulisan yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda modern.

Aksara ini merupakan hasil adaptasi dari Aksara Sunda Kuno yang telah ada sejak berabad-abad lalu.

Kini, Aksara Sunda Baku kembali diperkenalkan sebagai identitas budaya masyarakat Sunda setelah mengalami masa surut yang panjang akibat perubahan sejarah dan kebijakan.

Asal Mula Aksara Sunda

Sejarah aksara di wilayah Sunda dapat dilacak sejak abad ke-5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara. 

Bukti kemampuan tulis-menulis di masa itu ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno yang telah diteliti oleh para ahli, termasuk Kern pada awal abad ke-20. 

Namun, pada masa penjajahan, terutama setelah meluasnya pengaruh Mataram Islam dan kebijakan kolonial Belanda, penggunaan Aksara Sunda Kuno perlahan-lahan terpinggirkan. 

Pada tahun 1705, pemerintah kolonial secara resmi memberlakukan penggunaan aksara Latin, Pegon (Arab gundul), dan aksara Jawa modifikasi (Cacarakan) untuk surat-menyurat, yang menyebabkan aksara Sunda lama nyaris punah dalam kehidupan masyarakat.

Kesadaran untuk menghidupkan kembali aksara ini mulai muncul pada akhir abad ke-19, ketika para peneliti seperti K. F. Holle dan C. M. Pleyte, serta tokoh-tokoh pribumi seperti Atja dan E. S. Ekadjati, melakukan penelitian terhadap prasasti dan naskah-naskah kuno berbahasa Sunda. 

Pada akhir abad ke-20, kesadaran akan pentingnya identitas aksara Sunda semakin kuat, hingga akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat merumuskan kebijakan untuk melestarikan aksara ini.

Langkah penting dalam upaya pelestarian ini adalah lokakarya yang diadakan pada tahun 1997 di Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 

Hasil dari lokakarya ini, yang kemudian dikaji lebih lanjut oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda, memunculkan keputusan pada tahun 1999 untuk menjadikan hasil kajian tersebut sebagai Aksara Sunda Baku, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat.

Penggunaan Sehari-hari

Aksara Sunda Baku saat ini mulai diperkenalkan kembali kepada masyarakat melalui berbagai acara kebudayaan. 

Di Bandung, aksara ini digunakan pada papan nama tempat-tempat penting, seperti Museum Sri Baduga dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah. Kota 

Tasikmalaya juga mengadopsi penggunaan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan utama, menunjukkan bahwa aksara ini memiliki tempat di ruang publik. 

Selain itu, banyak jalan di Kota Bogor dan Bandung yang kini dilengkapi dengan nama jalan beraksara Sunda Baku di bawah teks Latin.

Namun, upaya memasyarakatkan Aksara Sunda Baku masih menghadapi tantangan. 

Meskipun sudah digunakan di berbagai tempat, pemahaman masyarakat tentang aksara ini belum sepenuhnya merata. 

Kasus kesalahan penulisan aksara Sunda Baku, seperti yang terjadi di papan nama Balai Kota Sukabumi, menunjukkan bahwa diperlukan koordinasi lebih baik antara pemerintah, akademisi, dan para penggiat budaya untuk memastikan penerapan yang tepat.

Di sisi pendidikan, meskipun Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dan Jawa Tengah telah lama mewajibkan siswa mempelajari aksara daerah mereka, aksara Sunda Baku masih belum diwajibkan dalam kurikulum di Jawa Barat. 

Namun, dengan semakin kuatnya dukungan dari kebijakan daerah, seperti keluarnya Perda No. 9 Tahun 2012 di Kota Bandung, diharapkan aksara ini dapat dipelajari lebih luas dan menjadi bagian dari keseharian masyarakat Sunda.