Apa Saja Bangunan Bersejarah di Sepanjang Jalan Asia-Afrika Bandung?
RomansaBandung.com – Jalan Asia-Afrika di Kota Bandung boleh dibilang telah menjadi satu dari sekian banyak landmark utama kota Bandung. Betapa tidak? selain menjadi saksi sejarah perkembangan kota Bandung dari pertama kali berdiri hingga menjadi kota metropolitan paling penting di Indonesia.
Di Jalan Asia-Afrika pula berderet beberapa bangunan bersejarah yang kehadirannya memberikan nuansa eksotik sekaligus romansa pada kota Bandung.
Di dalam artikel kali ini mimin akan dengan senang hati menceritakan satu per satu beberapa secuil kisah dari beberapa bangunan bersejarah yang berderet rapi di sepanjang jalan Asia-Afrika.
Oke langsung saja yuk…. cus!
Grand Hotel Preanger
Salah satu Hotel tertua sekaligus paling elit di masanya. Berawal dari sebuah toko yang bangkrut di tahun 1920 seorang Belanda bernama W.H.C Van Deeterkom mengubahnya menjadi sebuah Hotel bernama Grand Hotel Preanger.
Di tahun 1929 seorang arsitek terkenal di Hindia Belanda bernama Charles Prosper Woff Schoemaker bersama seorang murid pribuminya yang kelak menjadi Presiden Indonesia, Soekarno merenovasi dan mendesain ulang bangunan ini.
Hotel ini di masa Hindia Belanda cukup dikenal sebagai salah satu hotel cukup eleit. Hal ini terbukti dari banyaknya pejabat tinggi Eropa atau orang-orang penting dari mancanegara singgah disini. Salah satu yang terkenal ialah Charlie Chaplin pada tahun 1932.
Titik Nol Kota Bandung
Letaknya tepat di depan Gedung Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat ditandai dengan 4 buah patung kepala berwajahkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda H.W Daendels, Bupati Bandung R.A.A Wiranatakusumah II, Gubernur Provinsi Jawa Barat Pertama Soetadjo Kartohadikoesoemo dan Presiden Republik Indonesia pertama Ir.Soekarno.
Selain garis jalan di depannya juga bertuliskan angka 0. Sebagai tanda bahwa disinilah titik nol kota Bandung bermula.
Asal mulanya konon saat pembagunan Jalan Raya Pos sekaligus pemindahan pusat kota Bandung Daendels melakukan kunjungan kerja ke Bandung didampingi Bupati Bandung saat itu R.A.A Wiranatakusumah II. Sampai pada titik yang kini titik nol kota Bandung Daendels menancapkan sebatang kayu dan menguncapkan kalimatnya yang terkenal itu, “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd. (Coba usahakan andai saya kembali kelak sebuah kota telah berdiri.”
Hotel Savoy Homann
Sesuai namanya dahulunya hotel ini merupakan milik keluarga Homann. Tapi baru di tahun 1939 hotel ini memiliki bentuk arsitekturnya yang sekarang. Satu tahu kemudian kata Savoy ditambahkan untuk memberikan kesan mewah.
Selama Konferensi Asia-Afrika di tahun 1955 sebagian besar delegasi peserta KAA bermalam di hotel ini. Begitu pula di masa kolonial dua orang pemeran Amerika Serikat dan Kanada Charlie Chaplin dan Mary Pickford menginap disini.
Kini hotel ini masih beroperasi dan bagunannya termasuk ke dalam bagunan heritage yang wajib dilindungi.
Read More: Dari Saling Menunggu (Dagoan), Lahirlah Jalan Dago
Gedung Merdeka
Boleh dibilang bangunan ini sudah menjadi landmark utama kota Bandung selain Gedung Sate. Awalnya Gedung Merdeka bernama Societiet Concordia terkenal akan tempat berkumpulnya kalangan elit warga Eropa di Bandung. Beragam hiburan tersaji di tempat ini mulai dari dansa, pertujukkan seni hingga galeri makan malam. Orang pribumi sangat haram memasuki gedung ini.
Setelah Indonesia Merdeka gedung ini bersama Gedung Dwi-Warna terpilih sebagai dua gedung utama tempat penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Seusai pemilu 1955 Majelis Konstituate yang bertugas menyususn Undang-undang Dasar Indonesia yang baru bersidang disini. Namun karena kegagalannya dalam membentuk Undang-undang majelis ini dibubarbakan dan Gedung Merdeka beralih fungsi sebagai tempat sidang MPRS yang dibentuk tahun 1960 hingga 1971.
Oleh Presiden Soeharto pada tahun 1980 Gedung Merdeka menjadi Museum Konferensi Asia-Afrika yang bertahan hingga kini.
Alun-alun Bandung dan Masjid Raya Bandung
Dibangun sekitar 1812, Alun-alun dan Masjid Raya Bandung jadi satu dari sekian banyak tempat favorit berkumpulnya warga Bandung sejak dulu. Dulunya Masjid Raya Bandung lebih dikenal sebagai Masjid Agung Bandung.
Sejak pendiriannya hingga kini bentuk bangunannya telah banyak berubah dari mulai arsitektur sederhana berdaun jerami, arsitektur masjid khas Jawa hingga kini menjadi lebih bernuansa arsitektur khas Timur Tengah dengan dua buah menara yang menjulang tinggi.
Sumur Bandung
Konon menurut cerita yang beredar saat R.A.A Wiranatakoesoemah II sedang meninjau pembangunan kota Bandung. Sang Bupati menancapkan tongkatnya pada sebuah tanah di tempat gedung PLN berdiri kini. Ajaibnya dari tancapan tongkat sang bupati itu keluar sumber mata air yang menyembur berlimpah.
Karena kisah ajaib itu banyak orang menganggap sumur itu berkhasiat dan jadilah sumur itu sumur cukup keramat.
Gedung Kantor Pos Besar Bandung
Di zaman kolonial gedung ini memiliki fungsi yang kurang lebih sebagaimana kini yakni sebagai Kantor Pos dan Telegraf.
Saat pembakaran kota Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api Gedung ini berusaha dibakar dengan cara diledakan menggunakan dinamit. Namun gedung ini tetap kokoh dan tidak hancur sedikitpun.
Setelah Indonesia merdeka PT. POS Indonesia menggunakannya sebagai Kantor Pos Besar Bandung.