Romansa Bandung

Bagaimana Mulanya Pariwisata Tumbuh di Kota Bandung?

Orang Belanda tengah berpelesir di Dago

“Pariwisata Bandung mulai tumbuh beriringan dengan rencana Belanda menjadikan kota itu sebagai ibukota koloni mereka.”

RomansaBandung.com – Pada tahun 1898, Pieter Sijthof, seorang Asisten Residen Priangan mengumpulkan seluruh pemuka masyarakat Belanda di Kota Bandung, dalam suatu musyawarah bersama. 

Dalam musyawarah itu, Sijthoff mengajak warga kota untuk mendirikan sebuah perkumpulan sebagai wadah partisipasi masyarakat dengan nama Vereniging tot Nuit Bandoeng en Omstreken (Perkumpulan Kesejahtraan Bandung dan sekitarnya).

Inilah cerita perjumpaan pertama antar warga Belanda di kota Bandung dalam suatu musyawarah bersama, mereka menunjukan keakaraban dan kemauan yang tinggi untuk memajukan kota Bandung yang saat itu masih belum mendapatkan status Gemeente. 

Musyawarah sendiri menghasilkan keputusan bahwa bidang garapan perkumpulan ini meliputi bidang pendidikan, sosial, kebudayaan, serta meningkatkan kesejahtraan warga kota Bandung dan sekitarnya (Priangan). Selain itu, Residen Priangan Mr.C.W. Kist terpilih sebagai ketua kehormatan sedangkan Pieter Sijthoff menjabat Pengurus Harian. Di masa depan, perkumpulan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Bandoeng Vooruit sebuah perkumpulan yang kelak akan ditakdirkan memainkan peranan yang signifikan dalam aktivitas pariwisata di Bandung. 

Lahirnya Bandoeng

Pembangunan Jalan Menuju Wisata Tangkuban Perahu yang diinisiasi oleh Perkumpulan bandoeng Vooruit

Selama kurun waktu dua dekade antara pendirian perkumpulan Vereniging tot Nuit Bandoeng en Omstreken hingga pendirian Bandoeng Vooruit di tahun 1925, Bandung perlahan-lahan mulai berkembang. 

Peningkatan status Gemeente didapat di tahun 1906 dan sejak awal abad ke-20 kunjungan arus wisatawan yang mulai membanjiri kota Bandung. 

Kedua hal itu mengawali rangkaian panjang perkembangan kota Bandung menuju kota pariwisata modern di Hindia-Belanda.

Sebagai konsekuesi dari semua itu, warga Bandung mulai memandang bahwa sektor pariwisata nampak lebih menjanjikan bagi mereka, sehingga mereka menginginkan suatu organisasi yang mampu lebih banyak menarik minat pada kunjungan-kunjungan wisatawan.

Tak butuh waktu lama, keinginan-keinginan warga Bandung itu langsung direspon positif. Comite tot Behartiging van Bandoeng’s Belangen berdiri mandiri sebagai perkumpulan swasta dengan nama Bandoeng Vooruit. 

Pada tanggal 26 Februari 1925. Sesuai dengan namanya Bandoeng Vooruit (Bandung Maju), perkumpulan itu benar-benar berusaha memajukan sektor pariwisata Bandung.

 Kita lihat saja pada pasal dua statuta organisasi mereka yang menyebutkan bahwa tujuan perkumpulan ini adalah “Het doel der Vereeniging is het behartigen, in de ruimsten zin des words, van de belangen van Bandoeng en Omstreken” (Tujuan perkumpulan ini adalah mempromosikan, dalam artian yang luas, terkait kepentingan Bandoeng dan daerah sekitarnya, pasal 2).

Jika kita rujuk pasal dunia ini jelas sekali menerangkan bahwa pendirian perkumpulan Bandoeng Vooruit bertujuan untuk mengenalkan wilayah Bandung dan sekitarnya pada dunia luar.

Lalu bagaimana cara-cara yang dilakukan untuk mengenalkan wilayah Bandung dan sekitarnya kepada dunia luar? Untuk hal ini, pasal 3 secara gamblang menambahkan bahwa promosi-promosi yang dilakukan untuk mengenalkan Bandung dan sekitarnya meliputi pemasangan reklame, penyebarluasan informasi, kerjasama dengan organisasi yang lainnya serta pembangunan akses jalan.

Menjamurnya Destinasi Wisata di Bandung

Kawah Putih Ciwidey

Hanya berselang beberapa tahun selepas pendiriannya di tahun 1925, perkumpulan Bandoeng Vooruit sanggup memenuhi janji-janji yang telah mereka ikrarkan dalam statuta mereka. 

Mereka banyak membuat buku panduan dan majalah pariwisata yang memuat hampir seluruh tempat yang telah dijelajahi dan diamati oleh pendahulu-pendahulu mereka (Junghuhn, Valentijn, Kinloch).

 Tempat-tempat itu meliputi gunung Tangkuban Perahu yang terselimuti kabut putih, Telaga Patenggang yang begitu sunyi dimana Junghuhn menghabiskan sebagian waktu senggangnya hingga Masjid Agung Bandung yang anggun dan menawan. 

Selain itu, perkumpulan ini juga giat menyediakan fasilitas dan kemudahan bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi objek-obyek wisata di sekitar Bandung dan Priangan, seperti danau-danau, air terjun, panorama indah, peninggalan sejarah, dll. 

Bahkan, Bandoeng Vooruit sanggup menyelenggarakan perjalanan mendaki gunung dan menembus rimba.  Perkumpulan baru itu juga melengkapi seluruh tempat-tempat itu dengan pembangunan akses jalan, dan akomodasi. 

Dan, gunung Tangkuban Perahu serta gunung Papandayan adalah tempat-tempat terawal yang dilengkapi fasilitas-fasilitas itu.[2] Sehingga tampak sekali, Bandung lagi-lagi harus banyak berterimakasih pada perkumpulan “Bandoeng Vooruit”.

Dari sini, kita lalu bertanya darimanakah dana-dana untuk pembangunan fasilitas-fasilitas itu berasal? Ternyata, asal muasal dana-dana itu berasal dari iuran anggota Bandoeng Vooruit sendiri dan sumbangan beberapa pihak yang besarnya masing-masing bervariasi. 

Dalam Majalah Mooi Bandoeng, yang kelak merupakan organ utama perkumpulan ini, setiap anggota Bandoeng Vooruit diwajibkan menyetorkan uang sebesar f 3 per tahun untuk perseorangan, sementara organisasi atau perusahaan yang menjadi anggota Bandoeng Vooruit diwajibkan menyetor sebesar f 25 per tahun. 

Keduanya merupakan iuran anggota Sedangkan sumbangan-sumbangan berdatangan ketika perkumpulan itu membangun sebuah proyek besar misalnya pembangunan jalan ke Papandayan. Sumbangan-sumbangan diatas biasanya berasal dari Gemeente Kota Bandung, perusahaan perusahaan besar di kota Bandung, toko-toko Eropa dan China hingga sumbangan pribadi.

Pada waktu yang sama, Kita juga temukan bahwa Bandoeng Vooruit telah sukses dalam kampanye menarik wisatawan terbukti dengan kehadiran lebih kurang 200.000 orang turis pada tahun 1941. Sedangkan penduduk Bandung kala itu baru mencapai 226.877 jiwa. Diperkirakan pada tahun 1941, Kota Bandung telah berhasil menggaruk uang dari sektor pariwisata sebesar lima juta gulden.