Romansa Bandung

Bagaimana VOC Mampu Menggagalkan Dua Kali Serangan Raja Jawa ke Batavia?

Serangan Tentara Mataram ke Batavia. (id.wikipedia.org)

“Dua Kali Raja Mataram menyerbu Markas VOC di Batavia. Namun kedua serangan itu mengalami kegagalan.”

RomansaBandung.com – Pada awal abad ke-17, Kesultanan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung muncul sebagai kekuatan besar di Nusantara.

Keinginannya untuk mengusir pengaruh asing dari Jawa mendorongnya untuk menyerang Batavia, kota yang menjadi pusat kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di wilayah kepulauan Nusantara.

Penyerangan ini menjadi catatan penting dalam sejarah perlawanan Nusantara terhadap kolonialisme Eropa.

Sebelumnya, pada tahun 1621, Mataram dan VOC menjalin hubungan diplomatik, saling mengirim duta besar.

Namun, hubungan tersebut memburuk ketika VOC menolak membantu Mataram dalam usahanya menaklukkan Surabaya.

Kecewa dengan sikap VOC, Sultan Agung memutuskan bahwa VOC harus diusir dari Pulau Jawa.

Ia melihat Batavia, yang sebelumnya bernama Jayakarta dan direbut dari Kesultanan Banten pada tahun 1619, sebagai ancaman strategis yang harus diatasi sebelum bisa mengarahkan perhatiannya ke barat, ke Kesultanan Banten.

Penyerbuan Pertama ke Batavia

Pada tanggal 22 Agustus 1628, penyerbuan pertama dimulai dengan munculnya armada Mataram di Teluk Jakarta.

Sebanyak 59 kapal, dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa dari Kendal, membawa 900 prajurit dan berbagai persediaan, termasuk 150 ekor sapi, ribuan karung beras, gula, dan kelapa.

Awalnya, armada ini berpura-pura ingin berdagang, tetapi niat sebenarnya terungkap ketika mereka menurunkan pasukan di depan benteng VOC, Kasteel.

Mataram ingin menunjukkan kekuatannya, memaksa VOC untuk siap siaga.

Puncak serangan terjadi pada akhir Agustus, ketika pasukan Mataram yang terus berdatangan mulai mengepung Batavia.

Pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Mandurareja bergabung, menambah jumlah keseluruhan menjadi sekitar 10.000 prajurit.

Pertempuran sengit terjadi, terutama di Benteng Hollandia, di mana Mataram menghadapi perlawanan sengit dari pasukan Belanda.

Kurangnya perbekalan dan kekuatan pertahanan VOC yang tangguh membuat serangan Mataram gagal.

Kekalahan ini berujung pada hukuman mati bagi Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja atas perintah Sultan Agung.

Sultan Agung Raja Mataram yang memerintahkan Penyerbuan Sebanyak dua kali ke Batavia
Kawasan Matraman di Timur Jakarta yang pernah menjadi Markas Pasukan Mataram selama penyerbuan ke Batavia. Kata Matraman memiliki asal usul dari Mataram.

Penyerbuan Kedua

Tak gentar, Sultan Agung melancarkan serangan kedua pada tahun 1629.

Kali ini, ia lebih berhati-hati, mengirimkan dua pasukan besar di bawah pimpinan Adipati Ukur dan Adipati Juminah.

Mereka berangkat dengan persiapan yang lebih matang, termasuk mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon untuk mengatasi masalah perbekalan.

Namun, VOC berhasil menemukan dan menghancurkan lumbung-lumbung tersebut dengan bantuan mata-mata, membuat pasukan Mataram kembali mengalami kesulitan logistik.

Ditambah dengan wabah penyakit yang melanda, serangan ini kembali gagal.

Meskipun demikian, serangan kedua Sultan Agung ini tidak sepenuhnya sia-sia.

Upaya mereka membendung Sungai Ciliwung menyebabkan pencemaran air yang memicu wabah penyakit kolera di Batavia.

Ironisnya, Gubernur Jenderal VOC, J.P. Coen, menjadi korban wabah ini, meninggal dunia sebagai akibat dari taktik Mataram.

Kegagalan serangan langsung mungkin terjadi, tetapi dampak jangka panjang dari penyerbuan ini menciptakan ketegangan yang terus berlangsung antara Mataram dan VOC, serta menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi kolonial Eropa di Nusantara.