Baleendah: Bekas Pusat Pemerintahan Kabupaten
RomansaBandung.com – Baleendah, sebuah daerah yang dulunya didominasi oleh persawahan, mengalami perubahan dramatis dalam beberapa dekade terakhir.
Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, sekitar 90% wilayah Baleendah adalah lahan pertanian yang subur.
Namun, pada awal tahun 1980-an, keputusan pemerintah Kabupaten Bandung untuk memindahkan pusat pemerintahan kabupaten dari Jalan Balonggede di Kota Bandung ke Baleendah, mengubah wajah daerah tersebut secara signifikan.
Keputusan ini berdampak besar terhadap tata ruang Baleendah di masa mendatang.
Sarana dan prasarana penunjang mulai dibangun dengan pesat, termasuk jaringan ruas jalan, kantor-kantor pemerintahan seperti Kantor Bupati dan gedung DPRD, Gedung Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri. Selain itu, berbagai fasilitas umum seperti perumahan, tempat ibadah, dan sekolah juga ikut dibangun.
Jadi Ibukota Cuma Seuumur Jagung Karena Sering Banjir
Sayangnya, pemindahan ibu kota ini tidak didukung oleh riset dan studi kelayakan yang mendalam.
Pada sekitar tahun 1986, Baleendah mengalami banjir besar akibat luapan sungai Citarum, yang menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penduduk dan infrastruktur di daerah tersebut.
Banjir ini menjadi sebuah pengingat penting akan risiko banjir besar yang dapat terulang di masa mendatang.
Sadar akan risiko tersebut, pemerintah Kabupaten Bandung kemudian memutuskan untuk memindahkan lagi ibu kota Kabupaten Bandung ke lokasi baru di Soreang.
Lokasi ini dipilih karena lebih tinggi dan tidak rentan terhadap banjir.
Akibatnya, gedung-gedung pemerintahan yang baru saja selesai dibangun di Baleendah, termasuk gedung DPRD, akhirnya terbengkalai dan tidak terpakai.
Salah satu contohnya adalah gedung DPRD yang kini dijadikan Rumah Sakit Umum Al Ihsan.
Perjalanan sejarah Baleendah dari persawahan menjadi pusat pemerintahan yang kemudian terdampar akibat banjir, mengajarkan pentingnya perencanaan dan penelitian yang matang dalam pengembangan sebuah kota atau daerah.
Meskipun penuh dengan lika-liku, perjalanan ini menjadi bagian dari narasi perkembangan dan evolusi wilayah perkotaan di Indonesia, yang selalu berusaha menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan dan kebutuhan masyarakatnya.

