Romansa Bandung

Bukan dengan Tank atau Panser, Jepang Menaklukan Hindia Belanda dengan Sepeda

Pasukan Pesepeda Jepang berparade Memasuki Batavia (Jakarta) tahun 1942. (Indonesia Zaman Doeloe Blogspot).

 “Jangan bayangkan Jepang menggunakan panser atau tank modern seperti yang digunakan Hitler saat menaklukan Polandia. Jepang menguasai Batavia dengan menggunakan sepeda dengan frame kayu yang dapat dilipat.”

RomansaBandung.com – 1 Maret 1942, Balatentara Nippon dengan gaya dramatis mendarat di tiga wilayah di Jawa.

Mereka muncul bak superhero dalam sebuah film. Serdadu Nippon tiba di Teluk Banten, Eretan Watan Indramayu, dan di Kragan Rembang.

Dipimpin oleh sang pahlawan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, pasukan Jepang ini tidak main-main.

Mereka tiba dengan kapal perang yang sudah menenggelamkan lima kapal perusak dan lima kapal penjelajah milik Sekutu.

Sepertinya mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka adalah bintang rock di panggung perang.

Saat pasukan Jepang mendarat dengan bangga, mereka dihadapkan dengan kejutan besar. Gubernur Hindia Belanda, Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwe, menyatakan Batavia sebagai “kota terbuka”.

Ternyata, ini adalah upaya Belanda untuk menahan laju balatentara Jepang guna melarikan diri ke pedalaman Hindia Belanda, meninggalkan Batavia tanpa penjagaan. 

Pasukan Pesepeda Jepang Berparade ke Batavia

Tanpa menyia-nyiakan waktu, pasukan Jepang bersepeda dengan semangat yang tidak bisa dihentikan menuju Batavia. 

Tetapi jangan bayangkan mereka menggunakan panser atau tank modern seperti yang digunakan Hitler saat menguasai Polandia. 

Tidak! Mereka menggunakan sepeda dengan frame kayu yang dapat dilipat.

Dalam kondisi yang sangat panas dan berdebu, para serdadu Jepang tidak mengenal lelah. 

Meskipun banyak ban sepeda mereka meledak karena cuaca yang demikian panas, mereka tetap mengayuh dengan semangat juang yang menggebu-gebu. 

Parade Sepeda Tentara Jepang

Belanda Kabur Melarikan Diri ke Bandung

Sebelum meninggalkan Batavia, pasukan KNIL, pasukan Belanda yang tersisa, memutuskan untuk menghadiahkan “bumi hangus” kepada pasukan Jepang.

Tapi, jangan salah sangka! Mereka pikir dengan menghancurkan jembatan, serdadu Jepang tidak akan bisa menyeberangi sungai dan mengejar mereka.

Ternyata, serdadu Jepang memiliki trik andalannya.

Mereka mengangkat sepeda mereka dengan gagah perkasa dan menyeberangi sungai tanpa jembatan seperti para dewa Olimpus. 

Setelah menguasai setengah wilayah Batavia, militer Jepang dengan bangga meledakkan beberapa titik wilayah musuh.

Ini tentu saja membuat prajurit KNIL yang tersisa merasa kalah dan memutuskan untuk mundur ke Bandung.

Dan dengan kehebatan mereka, serdadu Jepang terus mengayuh sepeda mereka, memasuki wilayah Tangerang.

Di sana, mereka disambut dengan kehangatan dan sukacita oleh rakyat setempat.

Rakyat menganggap mereka sebagai pahlawan penyelamat Indonesia dari penjajah Belanda. 

Tiga hari kemudian, Gubernur Hindia Belanda, Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, menyerah dengan tangan terangkat di Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942.

Ini adalah momen kemenangan bagi Jepang dan penanda dimulainya penjajahan mereka di Indonesia hingga tahun 1945.

Mereka juga memutuskan untuk mengganti nama Batavia yang berbau Eropa dengan nama Jakarta. Karena, ya, ketika Anda menguasai suatu tempat, yang pertama kali Anda lakukan adalah mengubah namanya. Aturan dasar penjajahan!