Sejarah Trem di Karawang: Jejak Transportasi Masa Lalu yang Hilang
RomansaBandung.com – Pada awal abad ke-20, Karawang bukan hanya dikenal sebagai lumbung padi Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu wilayah yang memiliki jaringan trem uap yang penting.
Jalur trem ini memainkan peran vital dalam memfasilitasi pengangkutan hasil bumi dan mobilitas masyarakat setempat.
Trem di Karawang merupakan bagian dari upaya pemerintah Hindia Belanda, melalui perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS), untuk memperluas jangkauan transportasi di pulau Jawa.
Awal Pembangunan Jalur Trem di Karawang
Pembangunan jalur trem Karawang dimulai pada tahun 1911, dengan lebar sepur 600 mm, lebih kecil dibandingkan jalur kereta api utama yang umumnya memiliki lebar sepur 1.067 mm.
Tujuan dari pembangunan ini adalah untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman yang kaya akan produksi hasil bumi, terutama padi, ke jalur utama kereta api yang sudah ada.
Pada saat itu, Karawang, Rengasdengklok, dan Cikampek merupakan pusat penggilingan padi, sehingga akses transportasi yang lebih cepat dan efisien sangat dibutuhkan.
Jalur trem Karawang-Cikampek dibagi menjadi dua segmen utama: Cikampek-Wadas yang diresmikan pada 15 Juli 1912, dan Lamaran-Wadas yang mulai beroperasi pada 9 Februari 1920.
Di samping itu, jalur cabang dari Karawang menuju Rengasdengklok diresmikan pada 15 Juni 1919.
Jalur-jalur ini memperkuat peran Karawang sebagai pusat pengangkutan hasil bumi, terutama padi, ke wilayah yang lebih luas.
Rute dan Pemberhentian
Jalur trem Karawang-Cikampek melintasi berbagai stasiun kecil.
Dari Karawang, trem menghubungkan beberapa perhentian seperti Cinango, Lamaran, dan Wadas sebelum mencapai Cikampek.
Rute cabang Karawang-Rengasdengklok juga memiliki sejumlah pemberhentian penting seperti Tegalsawah, Rawagede, Kobokkarim, Pataruman, hingga Babakanjati dan stasiun akhir di Rengasdengklok.
Jalur ini membentang sejauh 36 km dan menjadi salah satu jalur transportasi vital bagi masyarakat setempat, khususnya dalam mengangkut hasil bumi.
Stasiun-stasiun trem di jalur ini sebagian besar bersifat semipermanen, hanya berupa tiang kayu jati dengan atap.
Meskipun sederhana, stasiun-stasiun ini menjadi saksi bisu perjalanan trem uap yang melintasi wilayah Karawang.
Trem yang beroperasi di jalur ini adalah TC10 dan TD10, dua jenis lokomotif uap yang dibuat oleh pabrikan Hartman di Jerman dan Werkspoor di Belanda.
Dengan kecepatan hanya 20-30 km/jam, trem ini menjadi sarana transportasi yang lambat namun efisien pada masanya.

Berhenti Beroperasi selama dekade 80-an

Seiring perkembangan zaman, trem mulai kehilangan daya saingnya.
Pada dekade 1970-an hingga 1980-an, transportasi pribadi dan angkutan umum mulai mendominasi Karawang.
Kehadiran mobil pribadi yang lebih cepat dan fleksibel membuat trem uap kalah bersaing.
Akibatnya, jalur trem Karawang-Cikampek dan Karawang-Rengasdengklok mulai ditutup secara bertahap.
Jalur Karawang-Wadas ditutup pada tahun 1981, sementara jalur Cikampek-Wadas berhenti beroperasi pada 1984.
Penutupan jalur trem ini menandai berakhirnya era transportasi uap di Karawang, yang sebelumnya menjadi tulang punggung pengangkutan hasil bumi dan mobilitas masyarakat.
Kini, sisa-sisa jalur trem Karawang-Cikampek dan Karawang-Rengasdengklok sudah sulit ditemukan.
Sebagian besar jalur trem telah diubah menjadi jalan kampung atau tertutup oleh pembangunan infrastruktur modern.
Hanya sedikit penanda aset milik PT KAI yang tersisa, seperti monumen lokomotif TC10 yang dipajang di depan Stasiun Bandung dan di Balai Yasa Manggarai.