Romansa Bandung

Charles Walter Kinloch: Turis Asing Pertama Yang Berwisata ke Bandung

Masjid Agung Bandung Tahun 1850

“Ia sangat tertarik dengan cerita tentang udara sejuk di Bandung yang dikatakan sangat cocok bagi orang Eropa, sehingga tak jarang tempat ini disebut sebagai “Montpeliernya Java.”

RomansaBandung.com – Di suatu waktu yang indah, ada seorang petualang bernama Kinloch yang memutuskan untuk mengunjungi kota Bandung, sebuah tempat yang ia dengar memiliki keindahan luar biasa meskipun wilayahnya tidak seluas Cianjur.

Ia sangat tertarik dengan cerita tentang udara sejuk di Bandung yang dikatakan sangat cocok bagi orang Eropa, sehingga tak jarang tempat ini disebut sebagai “Montpeliernya Java.”

Pelesir Kinloch di Bandung

Pemandangan Air Terjun Dago sekitar abad ke-19. Tempat ini diyakini salah satu destinasi wisata yang dikunjungi oleh Kinloch selama di Bandung

Kinloch adalah seorang seniman berbakat dan petualang yang suka mencatat pengalaman-pengalaman indahnya dalam bentuk litografi.

Begitu ia tiba di Bandung, ia terpesona oleh pesona kota ini. Namun, mungkin karena terlalu terpukau, terkadang ia lupa menyebutkan nama tempat-tempat yang dikunjunginya dalam catatannya.

Hal ini membuat pembaca kadang bingung, meskipun deskripsi yang diberikan oleh Kinloch begitu rinci dan memikat. 

Salah satu litographi yang berhasil ia buat adalah tentang Masjid Agung Bandung.

Ia memberi judul karya seninya sebagai “A Javanese Mosque at Bandong.”

Dalam karya tersebut, ia berhasil menangkap keindahan arsitektur masjid yang memukau dan nuansa Jawa yang begitu kental.

Namun, ada satu catatan petualangan yang menarik perhatian banyak orang, yaitu saat Kinloch mengunjungi sebuah air terjun yang terletak sekitar empat mil dari Bandung.

Air terjun ini dianggap sebagai salah satu daya tarik utama Bandung.

Perjalanan menuju air terjun tersebut tidaklah menyenangkan karena jalan yang dilalui amat buruk, dipenuhi lubang dan kerikil tajam.

Dalam catatan petualangannya, Kinloch menjelaskan betapa sulitnya menghadapi kabut tebal yang menyelimuti lembah saat perjalanan menuju air terjun.

Pandangan mereka terbatas hanya sejauh seratus yard saja.

Tapi begitu mereka menanjak sekitar tiga mil dari desa, tiba-tiba, seperti sihir, kabut tebal itu menghilang dan mereka disambut oleh cakrawala yang cerah, langit biru tanpa awan, dan matahari yang menyinari segala sesuatu di sekitarnya.

Setelah menempuh perjalanan singkat dari tempat tersebut, akhirnya mereka sampai di air terjun.

Air terjun itu begitu megah, mengalir dalam bentuk tubuh yang padat dengan gemuruh yang hampir membuat telinga mereka tuli.

Ketinggian air terjun ini sekitar enam puluh hingga tujuh puluh kaki.

Kinloch merasa begitu puas dengan apa yang dilihatnya, dan ia berpendapat bahwa air terjun Bandung patut untuk dikunjungi oleh siapa pun yang datang ke sana.

Meskipun cerita-cerita Kinloch terkadang membingungkan karena kelupaan sang petualang dalam menyebutkan nama tempat, ia tak pernah kehilangan bakatnya dalam menggambarkan keindahan dan pesona tempat-tempat yang dikunjunginya.

Setiap litografinya menjadi cerminan indah dari pengalaman-pengalaman yang luar biasa di Bandung.

Dan setiap petualang yang membaca catatannya pasti tak sabar untuk segera menjejakkan kaki di “Montpeliernya Java” ini dan menyaksikan sendiri keindahannya.

Ciwidey