Romansa Bandung

Cinta Segitiga Ayah dan Anak Ini Berujung Huru-Hara Kerajaan

Huru-hara Kerajaan Mataram (ilustrasi)

“Raja Mataram Amangkurat I dan putra mahkotanya, Amangkurat II, terlibat dalam sebuah cinta segitiga yang tidak biasa.”

RomansaBandung.com – Pada suatu masa yang penuh dengan isu perselingkuhan dan perceraian artis di zaman modern, kita akan mengajakmu dalam sebuah kisah unik yang terjadi di masa lalu.

Kisah ini melibatkan Raja Mataram Amangkurat I dan putra mahkotanya, Amangkurat II, dalam sebuah cinta segitiga yang tidak biasa.

Cinta segitiga ini tidak hanya memicu konflik, tetapi juga menyebabkan kekacauan dalam kerajaan mereka.

Berawal dari Cinta Terlarang Sang Putra Mahkota

Kisah ini dimulai ketika Raja Amangkurat I bertemu dengan seorang gadis bernama Oyi.

Saat itu, Oyi masih berusia 11 tahun dan terlalu muda untuk dipertimbangkan sebagai permaisuri.

Raja Amangkurat I, yang tergila-gila pada Oyi, meminta seorang penasihat kerajaan, Ngabei Wirareja, untuk menjaga dan mengurus gadis itu sampai ia dewasa.

Singkat cerita, Oyi tumbuh menjadi seorang remaja yang cantik dan menawan.

Namun, alih-alih menjaga kesetiaannya untuk menjadi permaisuri Raja Amangkurat I, Oyi malah jatuh cinta pada Pangeran Anom, putra mahkota dan juga anak dari Raja Amangkurat I.

Dan dari sinilah kekacauan dimulai. Pangeran Anom, sejak pertama kali bertemu dengan Oyi, jatuh cinta secara tak terkendali. Bahkan, dalam buku “Babad Tanah Jawi: Javaanse Rijkroniek” karya J.J Meinsma, disebutkan bahwa Pangeran Anom sampai jatuh sakit karena cintanya.

Ia merana di kamar, terbaring dengan selimut kain dodot, tidak makan dan tidur.

Tak heran, Pangeran Anom rela mengambil risiko besar demi cintanya. Ia menculik Oyi dari kediaman Wirareja, menikahinya, dan keduanya hidup bahagia dalam cinta mereka yang terlarang.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama.

Raja Amangkurat I mengetahui tentang hubungan terlarang ini dan menjadi marah.

Ia memerintahkan penghukuman mati bagi siapa saja yang terlibat dalam penculikan ini, termasuk menangkap Oyi dan putra mahkotanya.

Para utusan Raja Amangkurat I berlaku dengan cara yang keji.

Mereka membakar kediaman Pangeran Anom, merampok, merusak, dan menangkap siapa saja yang dianggap dekat dengan putra mahkota.

Akibat peristiwa ini, Wirareja diusir ke Ponorogo, sedangkan Raja Amangkurat I, yang sebelumnya tergila-gila pada Oyi, tidak bisa menerima keberadaannya lagi.

Ia memberi kesempatan pada Pangeran Anom untuk menebus kesalahannya dengan membunuh Oyi.

Jika Pangeran Anom tidak sanggup, maka nyawanya sendiri yang akan diambil.

Oyi merasa putus asa dan memohon Pangeran Anom untuk membunuhnya, menginginkan suaminya tetap hidup.

Dengan hati berat, Pangeran Anom meracuni Oyi.

Ada yang mengatakan bahwa Oyi ditusuk dengan keris.

Setelah itu, Oyi meninggal dunia.

Kematian Oyi membuat Pangeran Anom penuh dendam terhadap ayahnya sendiri.

Meskipun ia terhindar dari hukuman mati karena telah membunuh istrinya sendiri, Raja Amangkurat I mencabut gelarnya sebagai putra mahkota.

Pangeran Anom diasingkan ke daerah bernama Lipura. Dalam masa pengasingan ini, dendam Pangeran Anom terhadap ayahnya semakin membara.

Berujung Huru-Hara Besar di Kerajaan Mataram

Pangeran Anom kemudian menawarkan kerjasama kepada Raden Trunajaya, seorang pemimpin dari Madura, untuk menggulingkan ayahnya dan merebut tahta.

Tanpa berpikir panjang, Trunajaya menerima tawaran tersebut.

Akhirnya, hari pemberontakan tiba.

Dengan bantuan sekutu-sekutunya, Trunajaya menyerang Keraton Plered, pusat kerajaan, hingga hancur.

Sementara itu, Raja Amangkurat I melarikan diri dari kerajaan. Akhirnya, ia meninggal dunia dalam pelariannya.

Inilah kisah unik dan menarik dari cinta segitiga yang melibatkan Raja Mataram Amangkurat I, putra mahkota Amangkurat II, dan Oyi.

Cinta ini memicu huru-hara dalam kerajaan, dengan dendam dan pengkhianatan yang akhirnya menghancurkan Keraton Plered.

Kisah ini menjadi satu dari sekian banyak cerita dalam sejarah yang menunjukkan bagaimana cinta segitiga dapat mempengaruhi bahkan meruntuhkan kekuasaan kerajaan.