Romansa Bandung

Dari Seorang Petani Bunga di Lembang Malah Jadi Komandan Pertama KOPASSUS

Idjon Djanbi di sisi paling kiri (id.wikipedia.org)

“Awalnya Idjon Djanbi cuma berniat menjadi seorang petani bunga di Lembang. Tapi takdir membawanya ke arah lain.”

RomansaBandung.com – Dalam sejarah militer Indonesia, terdapat sosok yang unik dan penuh keberanian bernama Letnan Kolonel Infanteri Mochammad Idjon Djanbi. 

Awalnya, ia merupakan anggota pasukan khusus tentara sekutu selama Perang Dunia II dan menjadi pelatih pasukan khusus Belanda selama revolusi kemerdekaan Indonesia. 

Namun, takdir membawanya pada jalan hidup yang lain.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Idjon Djanbi memutuskan untuk tinggal di Indonesia. 

Keputusan tersebut tentu saja penuh risiko, karena sebagai mantan perwira negeri penjajah, tidak ada yang bisa menjadi keamanan dirinya.

 Apalagi semangat anti Belanda saat itu masih menyala-nyala. Meskipun bukan anggota pasukan baret hijau Belanda yang terkenal kejam, tetapi tetap ada kekhawatiran akan nasibnya.

Cuma Berniat Jadi Seorang Petani Bunga

Dengan tekad yang bulat, Idjon Djanbi memutuskan untuk menetap di Indonesia, khususnya di Bandung. 

Ia beralih profesi menjadi petani bunga di Pacet, Lembang. Selain itu, ia juga memeluk agama Islam, menikahi kekasihnya yang berasal dari Jogjakarta, dan mengubah namanya Rodes Barendrecht “Rokus” Visser menjadi Mochammad Idjon Djanbi. 

Dalam perjalanannya, pengalaman Idjon Djanbi sebagai anggota pasukan komando pada Perang Dunia II menarik perhatian Kolonel A.E. Kawilarang yang saat itu menjabat Panglima Kodam Siliwangi.

Kolonel Kawilarang melihat potensi besar yang dimiliki oleh Idjon Djanbi dalam merintis pasukan komando di Indonesia. 

Dengan pangkat Mayor, Idjon Djanbi terlibat aktif dalam TNI dan melatih kader perwira dan bintara untuk membentuk pasukan komando. 

Pada tanggal 16 April 1952, terbentuklah Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) dengan Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi sebagai komandannya.

Pasukan komando ini membutuhkan fasilitas dan sarana yang lebih memadai. 

Untuk itu, Kesko TT. III/Siliwangi berpindah di bawah komando langsung KSAD dan pada bulan Januari tahun 1953, namanya berubah menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD). 

Pada tanggal 29 September 1953, KSAD mengeluarkan Surat Keputusan yang mengesahkan pemakaian baret sebagai tutup kepala prajurit yang lulus pelatihan Komando.

Namun, perjalanan pembentukan pasukan komando tidaklah mudah. 

Latihan lanjutan dengan materi Pendaratan Laut baru bisa dilakukan pada tahun 1954 di Pantai Cilacap, Jawa Tengah. 

Pada tanggal 25 Juli 1955, KKAD kembali mengubah namanya menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) dengan Mayor Mochammad Idjon Djanbi,.  

Untuk meningkatkan kemampuan prajuritnya, RPKAD menyelenggarakan pelatihan penerjunan pertama kalinya pada tahun 1956 di Bandung. 

Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi menyadari pentingnya kemampuan penerjunan dalam negara kepulauan seperti Indonesia. Lulusan pelatihan ini mendapatkan kualifikasi sebagai penerjun militer dan berhak menyandang Wing Para.

Kecewa dan Mengundurkan Diri

25 Juli 1955, Wapres Moh. Hatta meresmikan peningkatan KKAD menjadi RPKAD yang tetap dipimpin oleh Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi. 

RPKAD dikelola oleh Kastaf Mayor Inf R. E. Djailani yang juga merangkap sebagai Komandan SPKAD (Sekolah Pasukan Komando Angkatan Darat), dengan Letnan LB Moerdani sebagai wakilnya.

Di bawah kepemimpinan Mayor R. E. Djailani dan Letnan LB Moerdani, pendidikan komando mulai menunjukkan hasil yang memuaskan, meskipun masih ada kekurangan tenaga pengajar dan dana. 

RPKAD semakin efektif dalam pertempuran dan semakin diakui keberadaannya.

Namun, ada peristiwa yang mengubah jalan karier Idjon Djanbi. 

Pimpinan MABESAD melihat peluang untuk mengambil alih kepemimpinan RPKAD oleh seorang pribumi. 

Namun, kabar tersebut tercium oleh Mayor Djanbi. Ketika Djanbi ditawari jabatan yang jauh dari pelatihan komando, ia merasa marah dan memutuskan untuk meminta pensiun.

Namun, takdir berkata lain. Pada tahun 1969, saat ulang tahun RPKAD, Mayor Infanteri Moh. Idjon Djanbi diberikan kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel. 

Meskipun telah memulai karier baru sebagai kepala perkebunan milik asing yang dinasionalisasi, Idjon Djanbi tetap tidak pensiun sebagai anggota RPKAD.