Dari Tanah Perkebunan Belanda ke Pusat Pendidikan: Transformasi Kawasan Jatinangor yang Terduga!
RomansaBandung.com – Selama abad- ke 19 dan awal abad ke-20, Jatinangor adalah sebuah kawasan yang dihuni oleh perkebunan teh dan pohon karet yang dikuasai oleh perusahaan swasta Belanda bernama Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1841 oleh seorang pria berkebangsaan Jerman bernama Willem Abraham Baud, yang lebih dikenal sebagai Baron Baud.
Perkebunan ini memiliki luas mencapai 962 hektar pada saat itu, membentang mulai dari tanah yang sekarang menjadi kawasan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) hingga Gunung Manglayang.
Untuk mengawasi perkebunannya yang luas, Baron Baud memutuskan untuk membangun sebuah menara yang kemudian dikenal sebagai Menara Loji.
Menara ini dilengkapi dengan lonceng di puncaknya dan tangga untuk mencapai puncak tersebut.
Pada tahun 1916, demi meningkatkan transportasi hasil perkebunan, jalur rel kereta api dibangun untuk menghubungkan Rancaekek ke Tanjungsari dalam program proyek rel kereta api Rancaekek-Tanjungsari-Citali.
Jalur kereta api ini memiliki panjang 15 km dan dioperasikan pada 13 Februari 1921. Selain itu, pada tahun 1918,
Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf, sebuah perusahaan kereta api Belanda, membangun Jembatan Cikuda (atau Jembatan Cincin), yang menjadi penghubung vital untuk transportasi kereta api dan perkebunan karet.
Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, tanah perkebunan karet Jatinangor dinasionalisasikan dan menjadi milik Pemerintah Daerah Sumedang.
Sayangnya, situs bersejarah ini tidak mendapatkan perawatan yang memadai.
Pada tahun 1980, lonceng Menara Loji bahkan dicuri, dan kasus pencurian ini masih belum terpecahkan hingga saat ini.


Dari Perkebunan Menuju Pusat Pendidikan
Pada tahun 1990, area perkebunan tersebut dialihfungsikan menjadi kawasan pendidikan dengan pembangunan empat perguruan tinggi, termasuk Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Universitas Padjadjaran, dan Universitas Winaya Mukti.
Nama Jatinangor kemudian digunakan sebagai nama kecamatan pada tahun 2000-an. Seiring dengan perkembangan kampus-kampus tersebut, Jatinangor mengalami pertumbuhan fisik dan sosial yang signifikan.
Pada tahun 2010, Institut Teknologi Bandung juga membangun kampus di kawasan ini. Selanjutnya, pada tahun 2015, Kecamatan Jatinangor diumumkan sebagai salah satu wilayah dalam kawasan kota metropolitan Bandung Raya.
Penetapan ini tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.
Ini adalah bagian dari perkembangan yang pesat yang dialami oleh Jatinangor sejak perkebunan Belanda berubah menjadi pusat pendidikan yang berkembang pesat.



