Dimana Istilah Sunda Tertua Ditemukan?
RomansaBandung.com – Kata “Sunda” memiliki berbagai makna yang umumnya terkait dengan suku Sunda yang mendiami bagian barat Nusantara.
Catatan sejarah tertua yang mengandung kata “Sunda” dapat ditemukan dalam Prasasti Kebonkopi II.
Prasasti ini telah menjadi bukti penting dalam sejarah awal Sunda.
Prasasti Kebonkopi II, juga dikenal sebagai Prasasti Pasir Muara atau Prasasti Rakryan Juru Pangambat, adalah salah satu prasasti tertua yang merujuk pada wilayah Sunda dan memiliki tanggal 458 Saka (536 Masehi).
Prasasti ini ditemukan di Desa Kebon Kopi, Bogor, dekat dengan Prasasti Kebonkopi I, dan dinamakan demikian untuk membedakannya dari prasasti pertama.
Prasasti ini juga mencatat chandrasengkala tahun 854 Saka, meskipun sejarawan memahami bahwa angka ini sebenarnya harus dibaca sebagai 458 Saka (536 Masehi).
Hal ini menandakan bahwa Kerajaan Sunda telah ada sebelum periode Kerajaan Tarumanagara (358-669 Masehi).
Nama Ibukota Kerajaan Sunda
Informasi lebih lanjut dalam naskah-naskah Wangsakerta dari Keraton Cirebon mengungkapkan bahwa Purnawarman, salah satu raja besar Tarumanagara, memindahkan ibukota kerajaan tersebut ke Sundapura, yang sekarang terletak di wilayah Jakarta dan Bekasi.
Prasasti Kebonkopi II ditulis dalam aksara Kawi, tetapi bahasanya adalah bahasa Melayu Kuno.
Penggunaan bahasa Melayu Kuno dalam prasasti ini dikaitkan dengan hubungan dekat antara pendiri Sriwijaya, Dapunta Sri, dengan Tarusbawa, yang keduanya menikahi putri-putri dari raja Tarumanagara di wilayah Jawa Barat.
Sejarawan Prancis Claude Guillot dari École française d’Extrême-Orient menyatakan bahwa prasasti Kebonkopi II merujuk pada pendirian kerajaan Sunda. M. C. Ricklefs, sejarawan Australia, juga mengikuti perkiraan ini dalam bukunya “A History of Modern Indonesia since c. 1200.”
Nama “Sunda” pertama kali muncul dalam prasasti ini.
Isi prasasti juga menyebutkan “berpulihkan hajiri Sunda,” yang dapat diinterpretasikan sebagai pemulihan kekuasaan raja Sunda yang sebelumnya ada.
Selain itu, kata “Pangambat” yang berarti “pemburu” mengindikasikan bahwa sang raja adalah seorang pemburu yang ulung.
Prasasti lain yang menyebutkan toponimi “Sunda” adalah Prasasti Sanghyang Tapak I dan II (952 Saka atau 1030 Masehi) dan Prasasti Horren (Kediri Selatan) dari zaman Airlangga di Jawa Timur.
Dalam catatan Nagarakertagama, Patih Gajah Mada dari Majapahit (abad ke-13 Masehi) mencantumkan Sunda sebagai salah satu daerah yang harus ditaklukkan dalam Sumpah Palapa.
Dengan tegas, Nagarakertagama mencatat:
“Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.”
Ini adalah penggambaran awal tentang pentingnya Sunda dalam konteks sejarah Nusantara dan peranannya dalam perjalanan sejarah Indonesia.