Romansa Bandung

Eksistensi Surili Jawa di Jawa Barat: Primata Endemik yang Terancam Punah

Eksistensi Surili Jawa di Jawa Barat: Primata Endemik yang Terancam Punah

(infobdg.com)

“Surili hidup di hutan primer dan hutan sekunder dengan ketinggian hingga 2.500 meter di atas permukaan laut, menjadikannya satwa yang sangat bergantung pada kelestarian hutan alam.”

RomansaBandung.com – Surili Jawa (Presbytis comata) merupakan salah satu spesies primata endemik yang hanya ditemukan di Pulau Jawa, Indonesia.

Di antara dua subspesiesnya, yaitu Presbytis comata comata yang tersebar di Jawa Barat dan Presbytis comata fredericae yang mendiami wilayah Jawa Tengah, Surili Jawa menjadi primata yang terancam punah.

Surili hidup di hutan primer dan hutan sekunder dengan ketinggian hingga 2.500 meter di atas permukaan laut, menjadikannya satwa yang sangat bergantung pada kelestarian hutan alam.

Di wilayah Jawa Barat, Surili dapat ditemukan di beberapa kawasan konservasi yang meliputi Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Gunung Tilu, hingga kawasan hutan pegunungan seperti Gunung Ciremai dan beberapa cagar alam lainnya.

Populasi Surili di Jawa Barat tersebar di kawasan-kawasan tersebut, meskipun jumlahnya kini semakin menyusut akibat perusakan habitat.

Morfologi Surili

Keunikan morfologi Surili menjadikannya mudah dibedakan dari primata lain.

Kepala berbentuk bulat dengan hidung pesek serta tubuh ramping adalah ciri khas Surili yang berbeda dari monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Selain itu, warna rambut Surili dewasa bervariasi antara cokelat keabu-abuan dan hitam pada bagian punggung, sementara bagian bawah tubuhnya didominasi oleh warna putih.

Uniknya, bayi Surili yang baru lahir justru memiliki rambut putih terang seperti kapas, berbeda dengan Surili dewasa.

Sebagai satwa arboreal dan diurnal, Surili menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon, bergerak menggunakan keempat anggota tubuhnya untuk mencari makan.

Makanan utamanya terdiri dari dedaunan, pucuk daun muda, buah, dan biji-bijian.

Penelitian di Taman Nasional Gunung Merbabu bahkan mengungkapkan bahwa Surili juga mengonsumsi tumbuhan asing invasif seperti Chromolaena odorata dan Acacia decurrens.

Keberadaan Surili di hutan memberikan kontribusi penting bagi ekosistem, terutama dalam penyebaran biji yang membantu regenerasi hutan.

Surilli yang hidup di Gunung Ciremai. (Facebook: Gunung Ciremai)

Upaya Pelestarian dari Kepunahan

Surilli sebagai Maskot Pekan Olahraga Nasional Jawa Barat Tahun 2016. (tribunjabarnews.com)

Namun, aktivitas manusia seperti penebangan hutan, konversi lahan, dan perburuan liar telah menyebabkan penurunan populasi Surili secara signifikan.

Habitat alami mereka terus menyusut dari luas 43.274 km² menjadi hanya 1.608 km² dalam beberapa dekade terakhir. 

Dalam survei yang dilakukan di Gunung Slamet, populasi Surili diperkirakan telah menurun drastis dari 219 individu menjadi hanya 72 individu dalam kurun waktu beberapa tahun. 

Akibatnya, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan Surili sebagai spesies yang sangat terancam punah (endangered), dengan perkiraan populasi dewasa antara 1.400 hingga 1.500 individu.

Upaya konservasi untuk menyelamatkan Surili menjadi sangat penting mengingat perannya dalam menjaga kelestarian hutan. 

Surili merupakan agen penting dalam penyebaran biji-bijian, yang menjadikan keberadaannya esensial bagi regenerasi hutan alami. 

Di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Merbabu, langkah-langkah konservasi melibatkan monitoring populasi, perlindungan habitat, serta upaya pengayaan tumbuhan yang menjadi sumber makanan bagi Surili. 

Beberapa jenis pohon yang dimanfaatkan oleh Surili, seperti huru (Cinnamomum parthenoxylon), ki ara (Ficus annulata), dan leungsir (Pometia pinnata), perlu diprioritaskan dalam program penanaman untuk memudahkan pergerakan dan persebaran Surili di habitat alaminya.

Selain itu, penyuluhan kepada masyarakat lokal menjadi elemen penting dalam menjaga kelangsungan hidup Surili. 

Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya konservasi spesies ini serta bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem hutan yang menjadi rumah bagi Surili. 

Upaya kolaboratif antara pemerintah, LSM, dan masyarakat diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi populasi Surili di Jawa Barat, sehingga primata ini dapat terus eksis dan berperan dalam menjaga kelestarian hutan Jawa.