Fungsi Gedung Merdeka dari Masa ke Masa
RomansaBandung.com – Gedung Merdeka, yang pada awalnya dikenal sebagai SociĆ«teit Concordia, pertama kali dibangun pada tahun 1895.
Pada masa kolonial Belanda, gedung ini berfungsi sebagai tempat rekreasi dan sosialisasi bagi masyarakat Belanda yang tinggal di Bandung dan sekitarnya.
Gedung ini menjadi tempat berkumpulnya para pegawai perkebunan, perwira militer, pengusaha, dan kaum elit lainnya untuk berdansa, menonton pertunjukan kesenian, dan makan malam, terutama pada malam hari dan hari libur.
Setelah era kolonial dan kemerdekaan
Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Saat pendudukan Jepang, gedung ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaman dan berfungsi sebagai pusat kebudayaan.
Perubahan fungsi ini mencerminkan pergeseran dari kegiatan rekreasi sosial menjadi sarana penyebaran kebudayaan Jepang di wilayah pendudukan.
Masa Proklamasi Kemerdekaan (1945)
Pada masa proklamasi kemerdekaan Indonesia, Gedung Merdeka beralih fungsi menjadi markas pemuda Indonesia yang mempersiapkan perlawanan terhadap tentara Jepang.
Pada saat itu, gedung ini menjadi pusat strategis bagi pemuda dalam menghadapi ketegangan dengan pihak Jepang yang enggan menyerahkan kekuasaannya.
Masa Awal Kemerdekaan (1946 – 1950)
Setelah Indonesia merdeka dan pemerintahan mulai terbentuk, Gedung Merdeka kembali digunakan sebagai gedung pertemuan umum.
Beragam kegiatan seperti pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya sering diadakan di sini.
Gedung ini menjadi tempat bagi masyarakat untuk berkumpul dan berinteraksi dalam suasana pasca-kolonial yang baru.
Konferensi Asia Afrika (1955)
Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia menetapkan Bandung sebagai lokasi Konferensi Asia Afrika.
Gedung Merdeka dipilih sebagai tempat penyelenggaraan konferensi ini karena merupakan gedung terbesar dan termegah di Bandung pada waktu itu.
Pemugaran gedung dilakukan oleh Jawatan Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat untuk memenuhi kebutuhan konferensi bertaraf internasional.
Konferensi ini merupakan tonggak sejarah penting dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Masa Konstituante (1956 – 1959)
Setelah pemilu tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung Konstituante.
Namun, karena Konstituante dianggap gagal menetapkan dasar negara dan undang-undang dasar, lembaga ini dibubarkan oleh Dekret Presiden pada 5 Juli 1959.
Masa MPRS dan Badan Perancang Nasional (1960 – 1971)
Selanjutnya, Gedung Merdeka digunakan oleh Badan Perancang Nasional dan kemudian menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang dibentuk pada tahun 1960.
Fungsi ini berlangsung hingga kegiatan MPRS dipindahkan seluruhnya ke Jakarta pada tahun 1971.
Masa Pasca G30S (1965 – 1968)
Setelah pemberontakan G30S, gedung ini sempat dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan tempat tahanan politik.
Pada bulan Juli 1966, pemeliharaan gedung diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan kemudian kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.
Menjadi Museum Konferensi Asia-Afrika
Peresmian Museum Konferensi Asia Afrika (1980)
Pada Maret 1980, Gedung Merdeka kembali menjadi pusat perhatian sebagai tempat peringatan Konferensi Asia Afrika yang ke-25.
Pada puncak peringatan ini, Presiden Soeharto meresmikan Museum Konferensi Asia Afrika, yang menandai transformasi Gedung Merdeka menjadi tempat bersejarah yang menyimpan kenangan penting tentang pergerakan kemerdekaan dan solidaritas internasional.
Masa Kini
Hingga saat ini, Gedung Merdeka tetap menjadi ikon sejarah dan budaya di Bandung.
Selain berfungsi sebagai museum, gedung ini juga sering digunakan untuk berbagai kegiatan budaya, seminar, dan acara resmi lainnya, mengingatkan kita akan perjalanan panjang Indonesia dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan.
Dengan demikian, Gedung Merdeka telah melalui berbagai perubahan fungsi seiring dengan dinamika sejarah Indonesia, mulai dari tempat rekreasi elit kolonial, pusat kebudayaan Jepang, markas pemuda kemerdekaan, gedung pertemuan umum, tempat konferensi internasional, hingga pusat kegiatan politik nasional, dan kini sebagai museum yang menjaga warisan sejarah bangsa.