Romansa Bandung

Hasan Mustapa: Ulama dan Pujangga Besar dari Tanah Sunda

Haji Hasan Mustapa (Galura)

“Haji Hasan Mustafa seorang ulama yang juga pandai menulis sastra.”

RomansaBandung.com – Hasan Mustapa, lahir pada tanggal 5 Juni 1852 di Cikajang, Garut, adalah seorang tokoh yang dianggap salah satu Pujangga Sunda terbesar di Tatar Pasundan.

Namun, sampai saat ini, karya-karya Hasan Mustapa masih sulit ditelusuri oleh para peneliti atau pemerhati tokoh Sunda.

Riwayat Hidup

Ayahnya, Mas Sastramanggala, yang setelah naik haji dikenal sebagai Haji Usman, adalah seorang Camat perkebunan.

Hasan Mustapa tidak disekolahkannya, melainkan disuruh belajar langsung di berbagai pesantren.

Pada usia yang sangat muda, yaitu 7 tahun, ia dibawa ayahnya naik haji ke Mekkah, dan setelah itu ia kembali untuk belajar di beberapa pesantren.

Pada usia sekitar 17 tahun, ia dikirim ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan bermukim di sana selama sekitar 10 tahun.

Setelah kembali, ia terus dituntut belajar kepada beberapa kiai di tanah air.

Guru-gurunya di Mekkah antara lain Syekh Muhamad, Syekh Abdulhamid Dagastani, Syekh Ali Rahbani, dan banyak lagi. Dalam catatan dari Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, yang berkenalan dengannya di Mekkah, Hasan Mustapa diikuti oleh beberapa puluh murid setiap kali ia mengajar di Masjidil Haram.

Menurut Hurgronje, Hasan Mustapa adalah seorang yang berilmu luas dan telah menerbitkan buku dalam bahasa Arab.

Kembali ke tanah air, Hasan Mustapa memainkan peran penting dalam menyelesaikan pertikaian paham di Garut pada sekitar tahun 1885 dan mendirikan pesantren di Sindangbarang, Garut.

Dia juga diajak oleh Hurgronje untuk berkeliling di Jawa menemui para kiai terkenal sambil menyelidiki kehidupan agama Islam dan folklor.

Selama kira-kira dua tahun itu, ia membuat catatan perjalanan yang kemudian diikhtisarkan oleh Dr. Ph. van Ronkel dalam Aanteekeningen over Islam en folklore in west-en Midden Java.

Intelektual Besar Sunda di Masa Kolonial

Hasan Mustapa dianggap sebagai orang yang ahli tentang adat-istiadat Sunda, sehingga diminta menulis buku tentang hal itu yang menghasilkan Bab Adat-adat Urang Priangan jeung Sunda Lianna ti Eta.

Dia juga menulis naskah tentang Aceh yang masih tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden.

Hasan Mustapa akhirnya dipindahkan dan diangkat menjadi Penghulu Besar Bandung sampai pensiun pada tahun 1918.

Selama menjadi penghulu besar di Bandung, ia banyak menulis karangan dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa, tetapi kebanyakan karyanya tidak pernah diterbitkan sebagai buku.

Saluran yang dipakainya untuk menyebarkan karyanya adalah saluran naskah Islam tradisional, dengan salinan karangannya dikirimkan kepada Hurgronje di Leiden.

Hasan Mustapa menulis lebih dari 10.000 bait Dangding yang memperdebatkan masalah Suluk, khususnya tentang hubungan antara hamba dengan Tuhan.

Metafora yang sering digunakannya untuk menggambarkan hubungan itu menjadi subjek perdebatan di kalangan ulama.

Hasan Mustapa adalah tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam bidang keagamaan, adat-istiadat, dan sastra di Tanah Sunda.

Karyanya yang masih tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden menjadi saksi bisu dari warisan intelektual dan spiritualnya yang berharga bagi masyarakat Sunda dan Indonesia secara luas.