Inilah Alasan Tersembunyi Mengapa Orang Garut Merajai Pasar Pemangkasan Rambut
RomansaBandung.com – Banyaknya orang dari Garut yang menjadi tukang cukur memiliki akar yang terhubung dengan sejarah dan dinamika sosial ekonomi tertentu.
Meskipun tidak semua orang dari Garut menjadi tukang cukur, fenomena ini memiliki alasan historis dan faktor sosial yang mendukungnya.
Bermula dari Konflik DI/TII
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi banyak orang Garut menjadi tukang cukur adalah sejarah konflik dan perpindahan penduduk pada masa lalu.
Pada tahun 1950-an, Garut mengalami periode ketidakstabilan akibat konflik bersenjata antara gerakan separatis DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang dipimpin oleh S.M Kartosoewirjo dan TNI.
Konflik ini menyebabkan gejolak keamanan di kota tersebut.
Dalam suasana konflik ini, banyak penduduk Garut, termasuk dari wilayah Banyuresmi, merasa terpaksa untuk mencari perlindungan di kota-kota lain yang lebih aman, seperti Bandung.
Kondisi ini mendorong banyak orang Garut untuk meninggalkan mata pencahariannya yang awalnya di pedesaan dan mencari peluang baru di lingkungan perkotaan.
Peluang Kerja Yang Cukup Menjanjikan
Ketika orang-orang Garut ini tiba di kota, mereka harus mencari mata pencaharian baru untuk bertahan hidup.
Di sinilah faktor ekonomi dan peluang kerja memainkan peran penting.
Menjadi tukang cukur menjadi salah satu pilihan yang menjanjikan untuk mencari nafkah.
Profesi tukang cukur memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya menarik sebagai pilihan pekerjaan.
Pertama, peluang kerja yang konstan karena pria yang membutuhkan potongan rambut akan selalu ada.
Kedua, modal awal yang diperlukan tidak terlalu besar. Dengan peralatan sederhana, seperti gunting dan pisau cukur, serta keterampilan yang cukup, seseorang dapat memulai usaha tukang cukur.
Peluang Kerja Yang Cukup Menjanjikan
Selain faktor-faktor di atas, tradisi dan pengetahuan dalam profesi tukang cukur juga dapat ditransfer dari generasi ke generasi.
Banyak dari mereka yang datang dari Garut mungkin telah terlibat dalam lingkungan tukang cukur di tempat asal mereka.
Mereka membawa pengetahuan dan keterampilan ini bersama mereka ketika pindah ke kota lain, termasuk Bandung.
Selain itu, nilai-nilai budaya Sunda yang menghargai transfer pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda juga dapat berkontribusi pada fenomena ini.
Para tukang cukur yang lebih berpengalaman mengajarkan anak-anak mereka cara-cara pemangkasan rambut dengan harapan mereka akan melanjutkan tradisi ini di masa depan.
Secara keseluruhan, fenomena banyaknya orang dari Garut yang menjadi tukang cukur adalah hasil dari interaksi sejarah, ekonomi, peluang kerja, dan tradisi budaya yang saling terkait.
Meskipun tidak semua orang Garut menjadi tukang cukur, faktor-faktor ini telah memberikan kontribusi pada pola kerja dan pekerjaan tertentu di lingkungan perkotaan.