Jadi Hiburan Tradisional Paling Populer di Jawa Barat! Bagaimana Asal Mula Wayang Golek?
RomansaBandung.com – Kehadiran wayang golek tidak bisa dipisahkan dari eksistensi wayang kulit.
Penyebaran wayang di Jawa Barat dimulai pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak.
Wayang kemudian diperluas oleh para Wali Songo, termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568 menguasai Kasultanan Cirebon.
Sunan Gunung Jati memanfaatkan pertunjukan wayang kulit sebagai alat dakwah untuk menyebarkan agama Islam.
Pada tahun sekitar 1584 Masehi, Sunan Kudus di Jawa Tengah menciptakan Wayang Golek, yang pertama kali dikenal sebagai Wayang Golek Pertama.
Awalnya, pertunjukan wayang golek dilakukan oleh kaum bangsawan, terutama oleh penguasa dan bupati di Jawa Barat, baik untuk kepentingan pribadi maupun umum.
Di daerah Cirebon, wayang golek juga dikenal sebagai wayang golek papak atau wayang cepak karena kepala wayangnya datar.
Awalnya, cerita yang diperankan dalam wayang golek adalah cerita panji, dan wayang tersebut dikenal sebagai wayang golek menak.
Pada tahun 1583 Masehi, Sunan Kudus menciptakan wayang dari kayu yang dikenal sebagai wayang golek, yang bisa dipentaskan pada siang hari.
Selanjutnya, pada abad ke-16, Sunan Kudus menciptakan “wayang purwo” dengan cerita Menak yang diiringi oleh gamelan Salendro.
Wayang golek memiliki bentuk seperti boneka dari kayu (berbeda dengan wayang kulit yang terbuat dari kulit), dan pertunjukkannya awalnya tidak memerlukan kelir.
Pada zaman Pangeran Girilaya, wayang cepak dikembangkan dengan cerita dari babad dan sejarah tanah Jawa, dengan penekanan pada penyebaran agama Islam.
Kemudian, pada tahun 1840, wayang golek purwa dengan cerita Ramayana dan Mahabharata juga muncul.
Masuk dan Populer di Jawa Barat
Pertunjukan wayang golek di daerah Parahyangan dimulai saat Kesultanan Cirebon dikuasai oleh Panembahan Ratu.
Pada masa tersebut, wayang cepak semakin populer dengan cerita babad dan sejarah tanah Jawa, tetap menyampaikan pesan agama Islam.
Perkembangan wayang golek di Tanah Pasundan (Jawa Barat) mengalami percepatan pesat.
Wayang golek berbahasa Jawa mulai digantikan oleh wayang golek berbahasa Sunda pada abad ke-17, terutama saat Kesultanan Mataram memperluas pengaruhnya.
Meskipun masih mempertahankan pengaruh Hindu dari masa Kerajaan Sunda Pajajaran, pertunjukan wayang golek berbahasa Sunda mulai mengambil alih.
Pada abad ke-18, bentuk wayang golek berubah dari bentuk wayang kulit menjadi golek secara bertahap.
Pada abad ke-20, bentuk wayang golek semakin berkembang dan sempurna.
Pementasan wayang golek berkembang menjadi pertunjukan hiburan yang melibatkan berbagai acara seperti peringatan kabupaten, hari kemerdekaan Indonesia, syukuran, dan hajatan.
Wayang golek memiliki beberapa jenis, termasuk wayang golek cepak, wayang golek purwa, wayang golek menak, dan wayang golek modern.
Jenis-jenis tersebut memiliki cerita dan gaya pertunjukan yang berbeda-beda, seperti gaya Sunda, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Kebumen, dan Tegal.