Romansa Bandung

Jejak Kemegahan HBS Bandung: Nostalgia Pendidikan di Era Kolonial

HBS Bandung. (tropenmuseum.nl)

“HBS, atau Hogere Burgerschool, di Bandung ini dibuka pada 1 Juli 1915, dan menempati lokasi yang kini dihuni oleh SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 5 Bandung, di Jalan Belitung No. 8.”

RomansaBandung.com – Berjalan di koridor-koridor HBS te Bandoeng di era Hindia Belanda membawa kenangan yang penuh nostalgia, seolah-olah kita berada di tengah-tengah denyut kehidupan kolonial yang masih terasa segar di ingatan.

HBS, atau Hogere Burgerschool, di Bandung ini dibuka pada 1 Juli 1915, dan menempati lokasi yang kini dihuni oleh SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 5 Bandung, di Jalan Belitung No. 8.

Kala itu, sekolah ini berdiri megah di Jalan Billitonstraat, menjadi pusat pendidikan menengah yang bergengsi di seluruh Hindia Belanda.

Sekolah Paling Terkemuka di Masa Hindia Belanda

Pagi hari upacara pembukaan HBS te Bandoeng mungkin masih bisa dirasakan oleh generasi yang tinggal di masa itu. 

Sekolah dihias penuh semarak dengan umbul-umbul dan dekorasi, menjadi pusat perhatian masyarakat Bandung. 

Para undangan sudah mulai berdatangan sejak pukul 9.30 pagi, berkumpul di pendopo yang terletak di belakang gedung utama. 

Acara dimulai dengan pidato dari Dr. Emanuel Moresco, Directeur van Onderwijs en Eredienst, yang menggarisbawahi pentingnya kehadiran HBS ini dalam menyediakan pendidikan berkualitas di kota Bandung. 

Disusul oleh pidato dari Bertus Coops, Ketua Dewan Kota, dan Dr. Willem Marius Docters van Leeuwen, sang direktur pertama HBS Bandung. 

Bayangkan bagaimana suasana saat itu, dengan gelas-gelas minuman diangkat tinggi-tinggi oleh Residen Priangan T. J. Janssen untuk bersulang demi kemajuan pendidikan dan sekolah baru ini.

Malamnya, euforia pembukaan berlanjut. Pieterspark, yang kini dikenal sebagai Taman Merdeka di depan Kantor Wali Kota Bandung, menjadi saksi acara yang dipadati masyarakat. 

Seolah seluruh kota keluar dari rumah mereka untuk menyaksikan bioskop terbuka, sementara barisan korps musik beriringan di jalanan dengan obor-obor yang menyala. 

Puncak malam itu dirayakan dengan pesta kembang api yang menghiasi langit Bandung, membawa kegembiraan yang terasa hingga ke sudut-sudut kota.

HBS Bandung terus tumbuh pesat. Pada tahun ajaran 1916-1917, sekolah ini memiliki 140 siswa, dan hanya setahun kemudian jumlah itu melonjak menjadi 270. 

Siswa-siswa berdatangan dari berbagai tempat, ingin merasakan pendidikan di sekolah bergengsi ini. 

Pada Februari 1925, jumlah siswa mencapai 650 orang, termasuk siswa dari filial (kelas tambahan) yang dibuka pada tahun 1919. 

Sekolah ini tak henti-hentinya melebarkan sayap, bahkan pemerintah memberikan lahan baru seluas 30.000 meter persegi di Lembangweg dan Pasirkaliki untuk menampung kebutuhan ruang yang semakin besar.

Namun, HBS bukan hanya tentang bangunan megah atau jumlah siswa yang bertambah. 

Ini tentang kisah-kisah perjuangan para pelajar yang mengabdikan lima tahun hidup mereka untuk pendidikan. 

Prosentase kelulusan yang tinggi, berkisar antara 68% hingga 89% pada tahun 1926-1928, menunjukkan betapa seriusnya para siswa menempuh pendidikan mereka. 

Di tahun 1928, 54 dari 70 siswa berhasil lulus ujian akhir, sebuah pencapaian besar untuk sekolah yang masih dalam tahap berkembang.

HBS Bandung di Jalan Biliton. (tropenmuseum.nl) q
HBS kini menjadi SMAN 5 Bandung (G-Maps: Yanuar Firdaus)

Ditutup Pemerintahan Pendudukan Jepang

Tetapi, semua ini tak bertahan lama.

Di tahun 1942, ketika Jepang menguasai Hindia Belanda, HBS dan Algemeene Middelbare School (AMS) yang baru dibuka harus ditutup.

Bangunan yang dulunya dipenuhi siswa yang belajar dan berdansa hingga tengah malam kini menjadi markas tentara Jepang.

Bayangan tentang HBS sebagai pusat pendidikan berkelas pun memudar, digantikan dengan sejarah kelam penjajahan berikutnya.