Jelajahi Rumah Adat Cikondang yang Menyimpan Hutan Karamat Tersembunyi!
RomansaBandung.com – Rumah Adat Cikondang, sebuah peninggalan budaya yang berlokasi di Kampung Cikondang, Kelurahan Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, menjulang tinggi sekitar 1022 meter di atas permukaan laut, menarik perhatian dengan segala pesonanya.
Rumah adat ini menghampar di atas lahan seluas 3 hektar, dengan bangunan utamanya memiliki luas sekitar 60 meter persegi.
Rumah adat Cikondang adalah sebuah warisan budaya yang telah melewati berabad-abad, kini menjadi milik Bapak Anom Samsa.
Asal usulnya dapat ditelusuri hingga Desa Lamajang dan diyakini telah berdiri kokoh selama sekitar 200 tahun.
Keberadaan rumah adat ini adalah saksi bisu dari peristiwa besar dalam sejarahnya, yaitu kebakaran dahsyat yang melanda pada sekitar tahun 1942.
Saat itu, seluruh perkampungan adat Cikondang dilalap si jago merah, menyisakan hanya satu rumah yang kini menjadi lambang tradisi dan budaya masyarakat sekitar.
Aturan Adat Yang Masih Dipegang Teguh
Perjalanan menuju rumah adat Cikondang tidaklah biasa.
Setiap tahunnya, pada tanggal 15 Muharram, masyarakat setempat berkumpul di sana untuk menjalankan serangkaian ritual yang menjadi awal tahun dalam upaya membersihkan diri dari ancaman marabahaya dan bencana.
Persiapan untuk upacara ini bisa terlihat mulai sejak tanggal 1 Muharram hingga tanggal 14 Muharram.
Puncaknya, pada tanggal 15 Muharram, mereka berkumpul untuk membaca doa-doa khusus dan menyelenggarakan tasyakuran menyambut tahun baru.
Untuk menghitung penanggalan sepanjang tahun, rumah adat Cikondang memiliki alat dan sistem perhitungan khusus.
Salah satu seni yang masih terus berkembang dan sering dipentaskan adalah seni beluk.
Seni ini melibatkan dua orang, satu membacakan naskah, sementara yang lain menyanyikan atau mengidungkan.
Bacaan yang dinyanyikan berbentuk sinom, kinanti, dan berbagai jenis lainnya.
Seni ini menggambarkan berbagai aspek kehidupan sehari-hari dengan kata-kata yang dalam.
Sebagai contoh, ada pepatah yang mengatakan, “Budak leutik bisa ngapung; pung apungan tengah peuting; ngalayang kakalayangan; neayangan nu amis-amis; sarupaning bubuahan; naon wae nu kapanggih,” yang berarti “anak kecil bisa terbang; beterbangan tengah malam; terbang ke atas berputar-putar; mencari yang manis-manis; beragam buah-buahan; apa saja yang ketemu.”
Aturan adat di Cikondang sangat dihormati. Salah satunya adalah larangan keras untuk menebang atau merusak pohon dan tanaman di hutan karamat, kecuali jika itu untuk kepentingan renovasi atau rehabilitasi rumah adat.
Ada juga aturan yang mengatur kedatangan tamu.
Mereka yang ingin menginap di rumah adat tidak diperkenankan melakukannya pada malam Selasa dan malam Jumat.
Bentuk Rumah Khas Sunda
Secara fisik, Rumah Adat Cikondang adalah sebuah bangunan yang mengesankan.
Terletak di ujung selatan pemukiman, rumah ini menjulang lebih tinggi daripada rumah-rumah sekitarnya dan menghadap ke arah utara.
Dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan ijuk, rumah adat ini memiliki tiga bagian utama: atap julang ngapak, badan rumah atau bagian tengah, dan bagian bawah.
Atapnya dibentuk dalam gaya julang ngapak dengan konstruksi kayu dan bambu, ditutup dengan atap bambu yang dibelah dua dan dipasang dengan teknik tumpang tutup yang kemudian dilapisi dengan ijuk.
Di bawah atap, terdapat langit-langit yang digunakan untuk menyimpan peralatan upacara ritual yang dilakukan setiap tanggal 15 Muharram.
Di bawah langit-langit, terdapat sebuah ruangan yang disebut “pago,” yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan masak.
Peralatan ini umumnya digunakan saat pelaksanaan upacara 15 Muharram.
Bagian tengah rumah adat ini dikelilingi oleh dinding anyaman bambu dan memiliki beberapa ruangan di dalamnya.
Sebelum memasuki ruangan dalam rumah adat, pengunjung akan melewati pintu depan yang terbuat dari kayu.
Di dalam ruang besar, terdapat hawu atau tungku masak yang berada di tengah-tengah dinding utara rumah.
Selain ruangan besar ini, terdapat dua ruangan lainnya di sisi timur, yaitu ruang tidur dan ruang goah, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan peralatan dan barang berharga (pedaringan).
Tak jauh dari rumah adat, di sebelah selatan, terdapat hutan karamat.
Hutan ini hanya boleh digunakan untuk memenuhi keperluan rumah adat, seperti rehabilitasi dan renovasi.
Di sekitar rumah adat, terdapat juga makam keramat Uyut Pameget dan Uyut Istri yang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah.
Selain rumah adat, di sekitar area ini juga terdapat berbagai bangunan lain yang mendukung kehidupan masyarakat Cikondang, seperti lumbung (leuit) di sebelah utara untuk menyimpan padi, lisung di sebelah barat untuk menumbuk padi menjadi beras, dan bale paseban yang berfungsi sebagai tempat pertemuan di sebelah utara.
Semua ini menjadi bagian integral dari kehidupan dan budaya yang kaya di Rumah Adat Cikondang.