Romansa Bandung

Kamar Kost Chapter V Cermin (Nyerimin)

“Baru dua jam aku bermimpi jalan-jalan ke kebun bunga. Tiba-tiba aku di kagetkan kembali dengan suara ribut-ribut di sebelah.”

RomansaBandung.com – Tak ada hentinya ketika tengah malam sebelah kamar kost ku selalu saja ribut.

Aku yang baru dua hari ini pindahan seakan mulai merasa tidak betah tinggal di sini.

Ada bekas lubang sebesar jari kelingking di dinding kamar ku.

Sepertinya bekas penghuni lama yang telah mengebor tembok nya terlalu dalam untuk memasang televisi digital.

Namun, segera ku tutupi dengan lakban hitam agar tak ada yang mengintip kedalam rumah.

Anehnya, setiap pagi berangkat kerja kamar sebelah ku bak tak berpenghuni sama sekali.

Jendela yang hanya satu-satunya menjadi ventilasi udara tertutup rapat dan tak ada satupun sandal atau sepatu di depan pintunya.

Di lantai atas hanya ada 5 kamar.

Tiga kamar kosong karena sedang di renovasi.

Lantai bawah terisi 4 kamar.

Tak ada satupun dari mereka yang menjemur pakaian ke lantai atas.

Semua jemuran biasa tergantung pada seutas tali panjang di tembok depan kost mereka masing-masing.

Padahal sinar mentari yang masuk kurang maksimal di sana.

Berawal dari sini aku mulai sedikit heran dengan para tetangga ku ini.

Sedangkan di lantai atas sudah tersedia jemuran yang cukup leluasa untuk semua penghuni di sini.

Aku mulai iseng bertanya kepada salah satu tetangga kost kenapa tidak di jemur di atas.

Ia hanya menjawab singkat  bahwa maunya di sini saja.

Mereka seperti menyimpan sesuatu yang sedang di sembunyikan pikirku.

Jam sepuluh malam aku baru sampai ke kost-an.

Rehat sejenak kemudian menuju tempat tidur.

Sebelum masuk ke kamar , ku lihat sejenak lampu kamar sebelah telah gelap.

Mungkin mereka semua telah tertidur lelap pikirku.

Baru dua jam aku bermimpi jalan-jalan ke kebun bunga.

Tiba-tiba aku di kagetkan kembali dengan suara ribut-ribut di sebelah.

Mereka seperti bertengkar memperebutkan sesuatu.

Ini malam ketiga aku berada di sini dan aku mulai kesal dengan mereka.

Aku pun bangun dan membuka lakban hitam yang cukup kuat itu.

Ku picingkan mataku ke kanan dan ke kiri.

Namun, suara-suara itu seakan lenyap begitu saja.

Sekali lagi aku ingin memastikan nya dan ku arahkan mataku ke pojok ruangan.

Di sana ada dua orang anak-anak pelontos yang memakai celana dalam berwarna putih dengan muka pucat dan bermata merah melotot kepadaku dengan ekspresi diam tak bersuara.

Lalu, satu dari mereka seakan hendak menghampiri ku dengan berjalan tanpa menapakkan kaki di lantai.

Aku pun segera menutup lakban dan menjinjing koper baju ku. Malam itu juga aku pergi dari kost-an ini.

Cimahi, 28 Juli 2022

(Antologi CERMIN)