Romansa Bandung

Ke Jatinangor Dulu Bisa Pake Kereta Loh!

Kereta Api melintas di Terowongan Jatinangor. (Sumber: Tropenmuseum)

“Jalur Kereta Api Rancaekek-Tanjungsari melintasi wilayah yang kini menjadi Jatinangor.”

RomansaBandung.com – Di tengah hiruk pikuk aktivitas pendidikan dan bisnis, Jatinangor muncul sebagai sebuah wilayah yang berdenyut dengan kehidupan.

Namun, di balik gemerlapnya kegiatan sehari-hari, terselip cerita tentang tantangan transportasi yang tak terelakkan.

Wilayah ini sering kali terperangkap dalam belitan kemacetan yang membuat perjalanan menuju ke sana menjadi sebuah ujian kesabaran.

Hanya satu-satunya akses transportasi publik yang tersedia, yakni Bis Damri UNPAD Dipatiukur-UNPAD Jatinangor, yang menghubungkan wilayah ini dengan kota-kota tetangga.

Namun, mungkin tak banyak yang menyadari bahwa sekitar tujuh puluh tahun lalu, Jatinangor memiliki akses transportasi yang lebih luas dan efisien.

Jalur kereta api pernah menjadi tulang punggung konektivitas wilayah ini. Stasiun Cikeruh, demikianlah namanya, mengambil nama dari kecamatan tempatnya berdiri.

Jalur kereta ini menghubungkan Jatinangor dengan Stasiun Rancaekek hingga Stasiun Tanjungsari, memudahkan mobilitas barang terutama hasil perkebunan.

Namun, keberadaan jalur kereta api ini menghilang gara gara Jepang mempreteli Jalur Kereta Api ini.

Dibangun sebagai akses perkebunan

Kisah jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari mengawali babak baru dalam sejarah transportasi Jawa Barat pada tahun 1917.

Proyek ambisius ini diawali dengan rencana untuk menghubungkan Rancaekek dengan Tanjungsari melalui jalur kereta api, bertujuan untuk mendukung eksploitasi perkebunan yang melimpah di wilayah Jatinangor serta untuk memperkuat pertahanan militer di Sumedang.

Setelah melalui serangkaian perencanaan dan pembangunan, akhirnya segmen Rancaekek-Tanjungsari berhasil diresmikan pada tanggal 13 Februari 1921.

Peresmian ini tidak hanya menciptakan sebuah koridor baru dalam sistem transportasi regional, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam menghubungkan antara wilayah-wilayah penting di Jawa Barat.

Namun, seperti kebanyakan proyek ambisius lainnya, mimpi untuk melanjutkan jalur hingga Sumedang harus berakhir mendadak karena dampak yang ditimbulkan oleh Depresi Besar dan perang yang melanda Hindia-Belanda selama Perang Dunia I.

Kereta Api berhenti di Stasiun Cikeruh yang kini menjadi kawasan pendidikan Jatinangor. (Sumber: Tropenmuseum)
Jembatan Cikuda di dekat Jatinangor. (Sumber: Tropenmuseum)

Dibongkar Jepang dan Mencoba Dihidupkan Kembali

Pada tahun 1942, jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari mengalami akhir tragis ketika dibongkar oleh pekerja romusa Jepang. 

Namun, meskipun jalurnya telah lenyap, beberapa jejak dari masa kejayaannya masih dapat ditemui di sekitar, seperti Jembatan Cikuda yang kini menjadi simbol peninggalan sejarah yang terkenal di Jatinangor.

Tahun 2018 membawa kabar optimisme bagi wilayah tersebut, ketika pemerintah Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil mengumumkan rencana untuk mereaktivasi jalur kereta api ini bersama dengan dua jalur lainnya. 

Namun, tantangan besar muncul karena tanah di sepanjang jalur tersebut telah dipadati oleh permukiman penduduk. 

Meskipun demikian, proses reaktivasi telah mencapai tahap pemetaan jalur dan penertiban lahan, menandakan langkah awal menuju pembaharuan.

Dari segi potensi, reaktivasi jalur ini sangatlah strategis, terutama karena kedekatannya dengan Universitas Padjadjaran (Unpad) dan akses menuju Bandar Udara Internasional Kertajati. 

Dengan demikian, jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari tidak hanya menjadi bagian dari cerita masa lalu, tetapi juga menjadi sebuah potensi yang menjanjikan bagi masa depan yang cerah dan berkembang.