Romansa Bandung

Kisah Penuh Inspirasi Pak Masoem: Dari Jualan Minyak Hingga Pengusaha SPBU

“Namun, kehidupannya berubah secara signifikan ketika ia belajar di Pesantren Karangsambung, di mana K.H. Masduki, sang pengasuh, memberinya nama baru: Ma’soem, yang berarti “terpelihara dari sifat buruk”.”

RomansaBandung.com – Haji Ma’soem, seorang pengusaha sukses sekaligus pendidik yang disegani, memiliki perjalanan hidup yang luar biasa penuh dengan kerja keras, ketulusan, dan komitmen terhadap nilai-nilai agama.

Kisah hidupnya dimulai di sebuah desa di kaki gunung di Tasikmalaya pada tahun 1923, di mana ia lahir dengan nama Dajoen.

Dari kecil, ia sudah ditempa oleh kesederhanaan hidup dan tanggung jawab. Setiap hari ia berjalan sejauh 16 kilometer untuk bersekolah, dan selepas sekolah ia belajar agama di pesantren serta menghidupi dirinya dengan menjual telur bebek.

Kemandirian yang ditempa sejak usia muda ini adalah benih dari seorang pribadi yang nantinya akan membangun Ma’soem Group dan mendirikan Yayasan Pendidikan Al Ma’soem.

Pada masa mudanya, setelah menamatkan pendidikan di Vervolgschool, Dajoen mengembara ke Cipacing dan memulai kehidupan baru dengan berdagang.

Namun, kehidupannya berubah secara signifikan ketika ia belajar di Pesantren Karangsambung, di mana K.H. Masduki, sang pengasuh, memberinya nama baru: Ma’soem, yang berarti “terpelihara dari sifat buruk”.

Nama inilah yang akan terus melekat hingga akhir hayatnya.

Merintis Usaha dari Nol

Dalam dunia perdagangan, Ma’soem memulai dari usaha kecil.

Dia mulai dengan menjual kerajinan dan kemudian beralih menjadi agen minyak tanah.

Berkat ketekunannya, kejujurannya, dan kesabaran yang luar biasa, usaha kecil itu berkembang pesat.

Dari warung minyak tanah di depan pasar hingga memiliki truk sendiri, bahkan merambah ke bidang lain seperti armada angkutan dan pabrik tenun.

Ma’soem tak pernah membedakan orang, ia membuka pintu rumahnya untuk siapa saja, sebuah tanda kemurahan hatinya.

Sukses sebagai pengusaha tidak membuat Ma’soem lupa pada pendidikan.

Ia menanamkan pentingnya pendidikan kepada anak-anaknya dan mendirikan Yayasan Pendidikan Al Ma’soem dengan tujuan mendidik generasi muda agar menjadi pribadi yang “cageur, bageur, pinter” – sehat, baik, dan pintar.

Filosofi ini tak hanya diterapkan dalam kehidupan keluarganya, tetapi juga dalam setiap usahanya.

Baginya, mencari rezeki halal itu mudah asal mau bekerja keras dan jujur.

Bagi Ma’soem, kesuksesan duniawi hanyalah sebagian kecil dari hidup.

Ia mendalami makna hidup melalui ibadah dan berbagi.

Setelah pulang dari ibadah haji pada tahun 1955, Ma’soem dan istrinya, Aisyah, terus berkomitmen untuk membangun sarana sosial-ekonomi-syariah yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas, mulai dari BPR Syariah, medical center, hingga fasilitas olahraga seperti kolam renang yang terpisah untuk pria dan wanita.

Penjual Minyak Tanah (Lustrasi)

Wafat

Pada tahun 2001, Haji Ma’soem wafat dalam keadaan yang tenang, di samping keluarganya, setelah menunaikan ibadah shalat Isya.

Ribuan orang datang melayat, dan tubuhnya dibawa ke tempat peristirahatan terakhir dengan penuh penghormatan, diusung estafet dari masjid hingga ke lubang lahat.

Begitulah, seorang yang hidupnya penuh dengan pengabdian, kerja keras, dan kejujuran, mengakhiri hidupnya dengan damai, meninggalkan warisan moral dan spiritual yang tak ternilai bagi keluarga dan masyarakat.