Romansa Bandung

Legenda Ciung Wanara

Situs Ciung Wanara di Karangkamulyan, Ciamis. (G-Maps: Mahendra Nugraha)

“Legenda Ciung Wanara mengisahkan asal mula Kerajaan Galuh.”

RomansaBandung.com – Di sudut terpencil Jawa Barat, tersebar legenda kuno yang menggambarkan pertempuran kekuatan tak kasat mata, rahasia berdarah, dan pengkhianatan dalam istana.

Legenda Ciung Wanara, diturunkan dari generasi ke generasi, tak hanya bercerita tentang asal-usul sebuah kerajaan, tetapi juga mengungkap misteri masa lalu yang tak mudah dilupakan.

Semua bermula dari Kerajaan Galuh yang megah, di bawah kepemimpinan Prabu Permana Di Kusumah.

Dalam sekejap, kekuasaan dan kebesaran kerajaan berubah menjadi cerita pengkhianatan yang membuat darah biru menjadi terpecah.

Sang Prabu, yang telah lama memerintah, tiba-tiba memilih untuk mengundurkan diri dari tahta, menyerahkan kekuasaannya kepada seseorang yang tampak tak berbahaya—Aria Kebonan, seorang menteri yang ternyata menyimpan hasrat menjadi raja.

Namun, ada yang ganjil dalam cara Aria Kebonan mendapatkan takhta.

Sang Prabu dengan kekuatan mistisnya mengetahui keinginan terpendam sang menteri.

Dengan kekuatan magis, ia mengubah Aria Kebonan menjadi sosok yang tampak seperti dirinya yang lebih muda, dan dengan licik, Aria Kebonan menguasai tahta sebagai Prabu Barma Wijaya.

Dalam bayang-bayang tipu daya ini, dua ratu istana, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum, tidak menyadari nasib suram yang menanti mereka.

Suatu malam, kedua ratu itu mengalami mimpi yang aneh—bulan jatuh tepat di atas mereka, sebuah pertanda mistis yang menjadi pembuka takdir gelap.

Dari mimpi ini, tersingkaplah ramalan bahwa kedua ratu akan melahirkan anak laki-laki.

Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra bernama Hariang Banga, tetapi keajaiban sesungguhnya datang dari kandungan Dewi Naganingrum.

Janin yang belum lahir berbicara, mengancam Barma Wijaya dengan suara mengerikan dari dalam rahim ibunya.

Ketakutan merayap di dalam hati raja, dan ia merencanakan kehancuran janin itu.

Dibantu oleh Dewi Pangrenyep, raja memerintahkan sebuah rencana keji: mereka menukar bayi yang lahir dari Naganingrum dengan seekor anak anjing dan membuang bayi sebenarnya ke sungai Citanduy.

Takdir bayi ini tidak berakhir di dasar sungai, melainkan terdampar di tepiannya, diselamatkan oleh sepasang suami istri tua.

Mereka merawat bayi itu dan menamainya Ciung Wanara. Di bawah asuhan mereka, Ciung Wanara tumbuh besar dengan kekuatan dan kecerdasan yang tak biasa.

Seiring bertambahnya usia, Ciung Wanara mulai merasakan panggilan takdirnya.

Dalam pencariannya menuju asal-usulnya, ia membawa ayam jantan, hewan yang menetas dari telur ajaib yang dierami oleh seekor naga bernama Nagawiru.

Ayam jantan inilah yang mengantarkannya pada kesempatan untuk menghadapi sang raja dalam sabung ayam kerajaan.

Si Jeling, ayam jago Raja Barma Wijaya yang tak terkalahkan, berhadapan dengan ayam milik Ciung Wanara.

Dalam pertarungan berdarah itu, ayam Ciung Wanara mengalahkan jagoan raja, dan sebagai imbalannya, sang pemuda meminta setengah dari kerajaan.

Namun, kemenangan itu hanyalah awal dari pengungkapan misteri yang lebih gelap.

Melalui kecerdikan dan bantuan dari orang-orang setia, Ciung Wanara berhasil mengungkap bahwa dirinya adalah putra sah Prabu Permana Di Kusumah dan Dewi Naganingrum.

Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep, yang telah berkomplot jahat, akhirnya dijebak dan dijebloskan ke dalam penjara besi yang dibangun Ciung Wanara sendiri.

Namun, tidak ada akhir yang benar-benar damai dalam legenda ini. Hariang Banga, saudara tiri Ciung Wanara, tidak bisa menerima nasib ibunya yang dipenjara.

Pertempuran saudara pun tak terelakkan.

Di tepian Sungai Brebes, pertarungan besar terjadi antara dua pangeran yang sama-sama terampil dalam seni bela diri.

Namun, sebelum ada yang jatuh, sosok misterius muncul.

Prabu Permana Di Kusumah—sang raja yang lama menghilang—hadir bersama Dewi Naganingrum, menghentikan pertempuran yang penuh darah.

Dengan suara penuh kewibawaan, Prabu Permana memberikan perintah pamungkas: sungai yang memisahkan kedua pangeran kini akan disebut Sungai Pamali, sebagai tanda bahwa peperangan antar saudara adalah hal terlarang.

Ciung Wanara dan Hariang Banga berpisah untuk memerintah di bagian kerajaan masing-masing—Ciung Wanara di Galuh, sementara Hariang Banga memerintah di timur, yang kelak menjadi cikal bakal kerajaan Jawa.

Legenda ini, meski sarat dengan pengkhianatan, kesaktian, dan peperangan, juga menyimpan pesan mendalam tentang persaudaraan dan kekuasaan.

Dan sungai yang kini disebut Kali Pemali, mengalir dengan rahasia lama, mengingatkan kita bahwa ada beberapa pertempuran yang tidak boleh terjadi—pertempuran darah dan dendam di antara saudara sendiri.