Melacak Kembali Jalan Raya Pos di Bandung
RomansaBandung.com – Mungkin selama ratusan tahun kolonialisme Belanda di Indonesia proyek Jalan Raya Pos adalah salah satu warisan yang paling berharga sekaligus juga yang paling dikenang atas kengerian pembangunannya.
Sesuai pernyataan Sejarawan Peter Carey dalam bukunya Ras, Kuasa dan Kekerasan Kolonial di Hindia-Belanda, 1808-1830. Pada satu sisi Jalan Raya Pos mampu mengintegrasikan Pulau Jawa secara keseluruhan menjadi lebih modern, sekaligus mengembangkan kota-kota baru pada daerah yang dilintasi jalan itu serta menyambungkan berbagai wilayah pesisir dan pedalaman Jawa.
Tapi pada sisi lainnya pengerjaan jalan ini juga telah mengorbankan begitu banyak jiwa orang Indonesia. Novelis Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya Jalan Raya Pos, Jalan Daendels menyebutkan tak kurang dari 12.000 orang tewas dalam pengerjaan proyek itu. Para pekerja ini sebagian besar tewas sebab penyakit, upah yang minim, kerja yang tak manusiawi hingga beratnya medan yang harus dikerjakan.
Di Bandung Jalan ini memainkan peranan penting dalam pertumbuhan kota itu menjadi sebuah kota metropolitan di masa Hindia Belanda hingga Indonesia merdeka. Hingga abad ke-19 sebelum pembangunan jalan ini, Bandung adalah wilayah sangat terisolasi berada di pedalaman Jawa Barat dengan akses transportasi yang sulit menuju daerah itu.
Nah… sobat romansa Bandung dalam artikel kali ini penulis akan mengajak sobat sekalian berwisata sekaligus bernostalgia melacak keberadaan jalan Raya Pos di Bandung diawali dari Rajamandala di sisi paling barat hingga Cileunyi di sisi paling Timur.
Berawal dari Rajamandala

Start kita dimulai dari jalan Rajamandala. Tapi ingat sobat yah…. start kita tidak bermula di Jembatan Rajamandala. Sebab jembatan itu bukanlah bagian dari Jalan Raya Pos. Jembatan itu baru dibangun dan diresmikan di Masa Orde Baru sekitar tahun 70-an. Jadi usianya masih relatif muda.
Start kita justru bermula dari Jalan Jembatan Citarum Lama Rajamandala yang kini sepi dan sunyi. Karena sebagian kendaraan bermotor lebih memilih jalan Jembatan Rajamandala yang lebih lebar dan tidak penuh kelokan. Oleh karenanya jalan ini dibiarkan rusak tak terurus. Padahal jalanan ini penuh dengan sisi historis.
Dari Jalan Citarum lama, Jalan Raya Pos berlanjut mengikuti jalan menuju arah barat hingga bertemu dengan jalan Rajamandala Kulon. Dari sini hingga Jalan Padalarang Jalan Raya Pos masih sangat ramai dengan lalu lalang berbagai macam kendaraan bermotor baik yang menuju Bandung – Cianjur – Sukabumi maupun sebaliknya.
Di sepanjang jalan ini sobat akan melewati PLTU Saguling yang mana di dalam kawasan ini terdapat Sanghyang Tikoro. Suatu tempat yang diyakini sebagai tempat jebolnya Danau Bandung Purba.
Melanjutkan perjalanan dari Rajamanda sobat romansabandung akan melalui Kawasan Perbukitan Kapur Cipatat dengan jalanannya yang cukup berkelak-kelok. Di sekitaran perbukitan kapur ini masih banyak didapati gua-gua purbakala sisa peninggalan Danau Bandung Purba. Malahan di salah satu gua bernama Gua Pawon pernah ditemukan 7 kerangka manusia yang konon adalah leluhurnya orang Bandung.
Setelah melalui Cipatat, Jalan Raya Pos akan membawa sobat masuk menuju Jalan Raya Padalarang. Disini sobat akan menemui Situ Ciburuy yang namanya terekam dalam salah satu syair lagu Sunda yang berjudul “Bubuy Bulan”. Di Padalarang juga telah dibangun sebuah tol bernama Cipularang (Cileunyi-Purwakarta-Padalarang) yang mampu memangkas waktu menuju Jakarta menjadi hanya sekitar 2-3 jam. Karena jalan tol inilah jadinya Jalan Raya Pos dari Bandung Jakarta via Puncak menjadi kurang diminati karena waktu tempuhnya yang kelewat kelamaan (5-7 Jam lebih).
Melintasi Cimahi

Dari Jalan Raya Padalarang, Jalan Raya Pos memasuki kawasan Cimahi. Seperti halnya kota Bandung boleh dibilang berkat Jalan Raya Pos Cimahi menjadi cukup lumayan dikenal serta berkembang.
Di Cimahi jalan Raya Pos hampir menyusuri sebagian besar Jalan AmirMacmud kini.
Konon Alun-alun Cimahi itu dulunya bekas pos-pos penjagaan serta pergantian kuda-kuda pos. Perlu sobat ketahui juga kuda-kuda pos ini biasanya diganti di setiap jarak 14 hingg 15 km.
Memasuki Bandung


Dari Cimahi menyusuri Jalan Amir Machmud kini, Jalan Raya Pos mulai memasuki kota Bandung tepat yang saat ini menjadi Jalan Jenderal Sudirman . Dari Jalan Jenderal Sudirman terus melaju lurus tibalah sobat di Jalan Asia Afrika.
Disinilah pusat Kota Bandung berada. Jantung kota yang telah ada sejak masa kolonial Belanda. Di sepanjang Jalan Asia-Afrika sobat akan mendapati gedung-gedung penuh nuasa kolonial dengan arsitektur art deco yang booming di awal abad ke-20.
Ada pula bangunan dan lapangan ciri khas kota-kota tradisional di Jawa yakni Alun-Alun dan Masjid Agung Bandung. Tapi sayangnya arsitektur Masjid Agung Bandung sudah sama sekali tidak terlihat nuasa tradisionalnya. Wujud arsitektur itu kini malah menyerupai nuasa masjid-masjid di Timur Tengah.
Tapi untung saja setidaknya kantor Pendopo Walikota atau bekas pendopo para Bupati Bandung dulu setidaknya masih memperlihatkan seni arsitektur tradisional dengan atap limas.
Bagi Kota Bandung, Jalan Raya Pos memiliki andil besar dalam kemajuan kota itu kini. Sebab berkat keberadaan Jalan ini kota itu telah melepas keterisolasiannya secara geografis dan keengganan orang-orang untuk menetap di Bandung.
Di Jalan Asia-Afrika ini juga sobat bisa menemukan Gedung Merdeka yang bersejarah itu. Tempat digelarnya Konferensi Asia-Afrika di tahun 1955. Di Masa kolonial Gedung ini bernama Societiet Concordia tempat berkumpul serta pestanya para pekebun kaya Belanda.
Di sampingnya ada Hotel Savoy Homann yang cukup legendaris di Kota Bandung. Beberapa orang ternama dunia sempat singgah disana sebut saja Charlie Chaplin.
Di Cileunyi Jalan Berakhir

Dari Jalan Asia-Afrika, Jalan Raya Pos mengarah menuju Jalan Ahmad Yani melalui Pasar Kosambi kini dan melintasi sebuah perlintasan Kereta Api.
Tak jauh dari perlintasan kereta api itu Sobat akan mendapati sebuah Stadion Sepakbola bernama Sidolig. Stadion ini sebenarnya cukup bersejarah sebab dulu orang Bandung mulai mengenal Sepakbola yang diperkenalkan oleh orang belanda.
Karena berkat banyaknya pertandingan Sepakbola di Stadion yang banyak dimainkan oleh orang-orang Belanda. Sidolig sendiri sebenarnya singkatan dalam Bahasa Belanda Sport in de Openlucht is Gezond yang memiliki arti kurang lebih Berolahraga di tempat terbuka sehat.
Okeey….. sobat perjalanan kita lanjutkan kembali. Dari Jalan Ahmad Yani Jalan Raya Pos kini masuk menyambung menuju Jalan Cicadas dan berbelok ke kanan memasuki kawasan Cicaheum di Jalan A.H. Nasution. Jalan A.H Nasution ini cukup panjang merentang sejauh kurang lebih 10 km menghubungkan Cibiru dan Cicaheum.
Sepanjang jalan ini sobat akan menemukan Penjara Sukamiskin tempat dimana Soekarno sempat dipenjara. Gara-gara dia bersama kawan-kawannya mempelopori berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI). Sebuah Partai yang sangat tegas menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan enggan bekerjasama dengan Pemerintah Hindia-Belanda.
Belanda tentunya melihat gerakannya ini sebagai gerakan subversif dan lantas menangkap Sukarno dan memenjarakannya di penjara Sukamiskin ini. Kini penjara ini masih difungsikan dan dikenal sebagai penjara khusus narapidana korupsi.
Tepat di samping penjara terdapat Pesantren Sukamiskin. Konon Pesantren ini salah satu pesantren tertua di Bandung dan sekitarnya. Pesantren ini dibangun di abad ke-19 dan mampu terus bertahan hingga kini.
Tepat di akhir Jalan Cibiru sobat menemukan sebuah bunderan dan belok ke kiri berada di Jalan Raya Cileunyi. Jalan ini menjadi titik akhir dari Jalan Raya Pos di Bandung. Setelah Cileunyi Jalan Raya Pos memasuki Jalan Jatinangor yang secara administratif masuk ke dalam bagian dari Kabupaten Sumedang.