Romansa Bandung

Menentukan Ru'yatul Hilal di Bandung Zaman Dulu

Hilal

“Perbedaan penentuan Ru’yatul Hilal sudah terjadi sejak zaman dulu”

RomansaBandung.com – Seperti Idul Fitri di Bandung hari ini, ru’yatul hilal digunakan selama masa kolonial (1900-1942) untuk menentukan apakah hari Idul Fitri telah tiba  dengan atau menandai awal bulan Ramadhan

Itulah sebabnya ulama berkumpul di berbagai masjid untuk mengamati penampakan hilal. Saat bulan kecil tampak tipis di ufuk barat, menandakan datangnya 1 Syawal. 

Jadi bisa dipastikan besok adalah waktu lebaran. Orang-orang mulai berkumpul di masjid untuk mengucapkan takbir. Karena letaknya yang tinggi, Masjid Cipaganti menjadi salah satu tempat paling populer untuk pemandangan ini saat itu.

Penentuan Ru’yatul Hilal sendiri terbagi menjadi dua cara. Metode pertama didasarkan pada penglihatan sensorik bulan baru atau bulan baru. 

Sedangkan cara lain berdasarkan Almanak Pemerintah Hindia Belanda. Namun, di antara penduduk Muslim pribumi, metode pertama lebih disukai dan dianggap sebagai kebenaran mutlak. 

Saat hilal sudah terlihat, dipastikan besok seluruh warga Bandung akan merayakan Idul Fitri. 

Petugas distrik dan petugas masjid berkeliling desa, memukul gong kecil dan mengumumkan bahwa Idul Fitri telah tiba keesokan harinya. Mendengar bunyi gong tersebut, masyarakat Bandung langsung bergegas menuju rumah para ulama untuk membayar zakat fitrah.

Pertikaian Menentukan Hilal

Namun, mengamati bulan tidak selalu damai dan menyenangkan. Ada kalanya tekad untuk mengamati bulan nyaris menimbulkan kerusuhan. 

Hal ini disebabkan perbedaan definisi tanggal Idul Fitri. Untungnya, kejadian seperti itu tidak pernah terjadi di Bandung sendiri. 

Namun, di Tasikmalaya, perselisihan tentang tanggal hampir menimbulkan bentrok dan saling serang antara kedua pihak yang berseberangan. 

Semuanya berawal pada tahun 1935 ketika kepala Penghulu Tasikmalaya menentukan hari Minggu sebagai awal mula lebaran. Namun, ada kelompok Muslim lain yang menyatakan bahwa hari Senin adalah hari di mana hari raya Idul Fitri jatuh. 

Perbedaan ini tentu saja menimbulkan ketegangan. Kedua belah pihak tetap teguh dalam keyakinan mereka sendiri. Penguasa Tasikmalaya pun tetap kekeuh berdasarkan tanggal yang ditetapkan sendiri oleh kepala penghulu. 

Perselisihan semakin parah pada siang hari, karena takut terjadi kerusuhan, Bupati memanggil pasukan polisi dari Bandung. 

Polisi datang dan situasi kembali normal. Setelah penampakan hilal selesai, masyarakat Bandung pun mulai berbondong-bondong ke masjid untuk mengulang takbir Idul Fitri. 

Kegiatan ini biasanya lebih dikenal dengan takbiran. Anak-anak dan orang dewasa sama-sama tenggelam dalam gaung Takbir Idul Fitri. 

Biasanya kegiatan ini berlanjut hingga pukul sebelas malam sebelum dilanjutkan nanti menjelang shalat Idul Fitri