Romansa Bandung

Mengapa Bahasa Sunda Dialek Priangan Sangat Berlainan Dengan Bahasa Sunda Dialek Banten?

Peta Dialek Bahasa Sunda di Jawa Barat

“Meski sama-sama Bahasa Sunda nyatanya ada banyak sekali perbedaan di antara Bahasa Sunda dialek Priangan dan dialek Banten. Hal ini tentu saja tidak terlepas latar belakang sejarah kedua kawasan.”

RomansaBandung.com – Mengapa terdapat perbedaan cukup signifikan bahasa Sunda yang dituturkan oleh orang-orang Sunda di Priangan dengan saudara-saudara mereka di Banten? Padahal mereka masih sama-sama suku Sunda. Persoalan ini sampai sekarang masih hangat dipertanyakan dan dibicarakan oleh masyarakat umum. 

Bahasa Sunda Banten seringkali dianggap bahasa kasar oleh orang-orang Sunda di Priangan. Meskipun secara histori dalam beberapa aspek justru bahasa Sunda Banten sebenarnya yang lebih mendekati bahasa Sunda kuno.  

Pengaruh Mataram di Priangan

Sultan Agung, Sultan Mataram yang sukses menundukan wilayah Priangan di bawah kekuasaannya.

Di abad ke-17, wilayah Priangan yang kini meliputi Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Tasik, Garut dan Ciamis berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram Islam yang berpusat di wilayah Yogyakarta saat ini. 

Selama di bawah penguasaan Mataram orang-orang Sunda di Priangan banyak sekali mendapat pengaruh budaya dari orang-orang Jawa. Salah satunya pengaruh dalam aspek bahasa. Mataram merupakan sebuah kesultanan yang bersifat feodalistik dan sistem pemerintahanya cenderung sentralistik dimana segala kekuasaan memusat pada seorang raja. 

Dari sistem yang demikian tentu saja melahirkan sebuah hirarki kekuasaan. Sistem hirarki kekuasaan ini sangat berpengaruh pada penggunaan bahasa Jawa lingkungan kesultanan Mataram. Akibatnya Bahasa Jawa Mataram mengenal sistem tatanan bahasa. Setidaknya ada tiga jenis tatanan bahasa yakni Ngoko, Kromo, dan Inggil. Masing-masing tatanan memiliki waktu penggunaan tertentu dan kepada siapa tatanan itu layak untuk dituturkan. 

Bahasa Inggil biasanya lebih sering digunakan di lingkungan kraton. Sementara bahasa Ngoko adalah bahasa sehari-hari rakyat biasa. Pengunaan yang tidak pada tempatnya bisa dianggap sebagai ketidaksopanan. Misalnya seorang rakyat biasa harus berbicara secara inggil kepada orang-orang yang derajatnya berada di atas. 

Kebetulan Mataram menduduki Priangan selama abad ke-17. Bangsawan-bangsawan Sunda yang telah menjadi bawahan Sultan Mataram membawa penggunaan tatanan bahasa ini ke Priangan. Maka dari sanalah mulanya Undak Usuk Bahasa dikenal di wilayah Priangan. 

Undak-usuk Bahasa Sunda sama halnya dengan bahasa Jawa memiliki tiga level tingkatakan bahasa yakni Bahasa kasar, sedeng dan lemes. 

Banten Belum Pernah Tunduk di Bawah Mataram Islam

Masjid Agung Banten peninggalan Kesultanan Banten.

Di abad ke-17 saat wilayah Priangan jatuh ke tangan Mataram Islam. Banten justru sedang menikmati masa kejayaan sebagai sebuah kesultanan kaya dan makmur. Pelabuhan Banten saat itu adalah tempat singgah dan berkumpulnya para pedagang dari beragam negara Eropa maupun Asia. 

Selain makmur dan kaya, Banten juga punya cukup kekuatan militer untuk menghalau setiap serangan atau invasi kesultanan Mataram. 

Oleh karenanya Banten sama sekali tidak pernah tunduk di bawah Sultan Mataram. Hal ini lantas yang berpengaruh pada dialek bahasa Sunda Banten. Maka dari itu bahasa Sunda Banten memiliki kosakata yang cenderung arkais dan sama sekali tidak dikenal bahasa Sunda dialek Priangan. 

Dialek Banten juga tidak mengenal apa yang dinamakan sebagai undak usuk bahasa sehingga bahasanya cenderung lebih egaliter.