Mengapa Kerajaan Sunda Tidak Pernah Takluk dari Majapahit
RomansaBandung.com – Sering dikatakan bahwa Majapahit adalah kemaharajaan terbesar yang pernah ada di dalam sejarah Nusantara, disebabkan oleh luasnya pengaruh politik mereka. Apalagi mereka memiliki seorang Patih yang sangat ambisius yang berkeinginan besar menyatukan seluruh Nusantara di bawah panji-panji Majapahit.
Namun anehnya sekalipun Majapahit memang benar-benar mampu meluaskan wilayahnya. Tapi tak sekalipun Majapahit pernah menundukan tetangga mereka di sebelah barat yakni Kerajaan Sunda. Bahkan usaha picik Gajah Mada yang memicu perang di Bubat sama sekali tidak mampu menundukkan Kerajaan Sunda, justru yang ada malah memicu ketegangan di antara Gajah Mada dan Raja Majapahit Hayam Wuruk.
Apa sebenarnya yang membuat Majapahit sama sekali tidak melirik Kerajaan Sunda sebagai target potensial untuk ekspansi wilayah mereka? Tulisan ini akan meninjau alasan-alasan mengapa Majapahit tidak pernah menundukan kerajaan Sunda.
Masih Adanya Hubungan Kekerabatan

Walaupun masih diselimuti misteri perihal asal-usulnya tapi sebagian ahli sejarah percaya bahwa Raden Wijaya pendiri Majapahit pernah tinggal dan hidup di Istana Kerajaan Sunda sewaktu kecil. Konon ayah dari Raden Wijaya adalah anak Prabu Darmasiksa, salah seorang Raja Sunda yang cukup termashur. Sang ayah sendiri bernama Rakyan Jayadarma. Seharusnya sang ayah sangat berhak atas tahta kerajaan Sunda. Tapi malagnya dia wafat diracun sebelum menaiki tahta.
Sang Ibu, Dyah Lembu Tal yang khawatir dengan keselamatan Wijaya kecil memilih kembali membawanya pulang ke Singasari. Disana Wijaya diasuh oleh kakeknya Mahisa Cempaka.
Berdasarkan keterangan cerita di atas sebenarnya Raden Wijaya ini sangat berhak sekali atas tahta Kerajaan Sunda. Namun karena sebab musabab intrik politik yang terjadi di Istana Sunda memupus peluang itu. Tapi justru karena peristiwa demikianlah, jalan sejarah malah mengantarkannya menjadi seorang pendiri dari Kemaharajaan besar di Nusantara.
Kestabilan Politik Kerajaan Sunda

Secara politik Kerajaan Sunda cenderung stabil dan sama sekali tidak pernah mengenal peperangan di antara sesama kerajaan. Misalnya perpindahan dari Tarumanegara kepada Kerajaan Sunda memang memicu perpecahan kerajaan dengan pemisahaan Galuh. Tapi penguasa Sunda dan Galuh belum pernah sekalipun berperang secara fisik, paling-paling yang ada hanyalah ketegangan.
Situasi berkebalikan justru terjadi di istana raja-raja Jawa, sejak berakhirnya era Mataram Kuno, raja-raja Jawa kerap saling berselisih di antara mereka bahkan hingga menimbulkan perang saudara. Misalnya Airlangga Raja Kahuripan sampai-sampai harus membagi kerajaannya menjadi Kadiri dan Jenggala, disebabkan rasa takutnya akan perebutan tahta anak-anaknya sepeninggal dirinya. Tapi setelah Airlangga wafat anak-anaknya tetap saja saling berebut kekuasaan. Belum lagi kisah saling bantai dan bunuh raja-raja Singasari yang juga leluhur Majapahit.
Semua itu memicu ketakutan Gajah Mada sebagai mahapatih sekaligus panglima Perang Majapahit saat itu. Gadjah Mada khawatir serangan besar secara langsung ke Kerajaan Sunda justru akan memicu ketidakstabilan di internal Majapahit dan berakibat fatal bagi kewibawaan kerajaan.
Tapi Gadjah Mada yang ambisius akhirnya gelap mata. Saat rombongan Sunda datang ke istana Majapahit dia memainkan intrik politik yang berujung naas bagi karir politiknya bahkan juga Majapahit. Intrik Gadjah Mada memicu insiden di Bubat yang berakibat renggangnya hubungan dia dengan Hayam Wuruk, Raja Majapahit.
Karir politiknya hancur namanya menghilang dari belantika politik Majapahit dan dia wafat tak lama kemudian. Hayam Wuruk tak lama berselang juga wafat. Majapahit kemudian dilanda perang Saudara yang dikenal kemudian sebagai Perang Paregreg.