Romansa Bandung

Menyusuri Kenangan Jalur Kereta Api Dayeuhkolot-Majalaya yang Terlupakan

Bekas Stasiun Dayeuhkolot

“Bandung sebagai sebuah destinasi wisata telah begitu banyak menarik minat para pelancong Eropa di Masa Kolonial.”

RomansaBandung.com – Di tengah wilayah Bandung Selatan yang kaya dengan produk perkebunan yang diincar oleh Belanda, sebuah perjuangan untuk menciptakan transportasi terpadu yang murah dan cepat terjadi.

Dahulu kala, pengangkutan hasil-hasil kebun dari wilayah ini menuju berbagai tujuan harus mengandalkan pedati dengan biaya yang mahal, sebesar 15 hingga 18 sen per ton.

Namun, kendala utama adalah sulitnya akses menuju Kota Bandung karena jarak yang relatif jauh.

Dibangun untuk memudahkan akses menuju perkebunan

Dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, Belanda memutuskan untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Bandung dengan Ciwidey dan Majalaya.

Pembangunan lintas ini membutuhkan biaya yang besar, sekitar ƒ1.776.000,00.

Jalur kereta api ini terdiri dari segmen Cikudapateuh-Kopo (Soreang) yang kemudian dilanjutkan menuju Ciwidey, serta jalur cabang dari Dayeuhkolot ke Majalaya.

Pada tanggal 3 Maret 1922, jalur Dayeuhkolot-Majalaya dibuka dan menjadi bagian yang penting dari infrastruktur transportasi di daerah tersebut.

Sisa patok-patok milik Staatspoorwegen (SS) perusahaan kereta api Hindia Belanda

Menghilang dibongkar Jepang

Namun, nasib jalur kereta api ini berakhir tragis pada tahun 1942 ketika sebagian komponennya dibongkar oleh pekerja romusa Jepang.

Meskipun tercatat dalam Nama, Kode, dan Singkatan Stasiun dan Perhentian, upaya untuk menghidupkan kembali jalur ini oleh Djawatan Kereta Api tidak pernah terwujud, sehingga hanya nama-nama stasiun dan singkatannya yang menjadi saksi bisu dari kejayaan masa lalu.

Namun, meskipun jalur ini menjadi kenangan yang tenggelam dalam aliran waktu, cerita perjuangan dan keberanian dalam membangun jalur kereta api yang menghubungkan perkebunan ini tetap menginspirasi.

Pembangunan jalur ini merupakan tonggak penting dalam mengatasi kendala logistik yang dihadapi oleh perkebunan di wilayah Bandung Selatan.

Meskipun masa kejayaannya berakhir, jejak jalur ini menjadi saksi bisu dari upaya Belanda dalam mengatasi tantangan geografis dan menghubungkan masyarakat dengan lebih efisien.