Romansa Bandung

Mikihiro Moriyama: Sarjana Jepang yang Merajut Cinta dengan Budaya Sunda

Professor Mikihiro Moriyama di Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2010. (su.wikipedia.org)

“Prof. Dr. Mikihiro Moriyama, atau akrab disapa Miki, adalah salah satu pakar terkemuka dalam bidang bahasa dan sastra Sunda.”

RomansaBandung.com – Di negeri sakura, lahir seorang cendekiawan yang membawa kehangatan khas Sunda ke panggung akademik internasional.

Prof. Dr. Mikihiro Moriyama, atau akrab disapa Miki, adalah salah satu pakar terkemuka dalam bidang bahasa dan sastra Sunda.

Ia tak hanya menjadi penghubung antara dua budaya besar—Jepang dan Indonesia—tetapi juga membuktikan bahwa cinta pada sebuah budaya bisa melintasi batas geografis dan lintas bangsa.

Awal Perjalanan di Negeri Matahari Terbit

Mikihiro Moriyama lahir di Kyoto pada 16 September 1960.

 Kota yang penuh dengan tradisi ini mungkin telah menanamkan benih ketertarikannya pada budaya. 

Setelah menyelesaikan studi sarjananya di Universitas Osaka, Departemen Bahasa Indonesia, pada tahun 1985, Miki semakin mendalami budaya Indonesia. 

Pada 1987, ia meraih gelar master dari program pascasarjana universitas yang sama, dengan fokus pada studi luar negeri.

Namun, perjalanan intelektualnya tak berhenti di sana. Ia melangkah lebih jauh dengan menempuh program doktor di Universitas Leiden, Belanda. 

Di sana, ia mengukir prestasi dengan disertasinya yang berjudul A New Spirit: Sundanese Publishing and the Changing Configuration of Writing in Nineteenth-Century West Java

Karya ini menggali peran budaya cetak dalam perubahan sosial di Jawa Barat abad ke-19—sebuah sumbangan besar bagi studi budaya Sunda.


Menghidupkan Bahasa dan Sastra Sunda

Bagi Miki, bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan cerminan dari identitas dan kehidupan sebuah komunitas. 

Sejak 1988, ia mengabdikan diri sebagai pengajar bahasa Indonesia di Jepang, khususnya di Universitas Nanzan, tempat ia kini menjabat sebagai profesor. 

Dengan pendekatan yang penuh dedikasi, Miki tak hanya mengajarkan bahasa Indonesia, tetapi juga membangkitkan minat mahasiswa Jepang terhadap kekayaan budaya Nusantara.

Tak berhenti di ruang kelas, Miki juga aktif menerjemahkan karya sastra Indonesia modern ke dalam bahasa Jepang. 

Di antara karyanya adalah terjemahan tulisan Seno Gumira Ajidarma dan Putu Wijaya

Melalui terjemahan ini, Miki membuka pintu bagi pembaca Jepang untuk memahami dinamika sosial dan budaya Indonesia.

Budaya Sunda di Mata Seorang Jepang

Ketertarikan Miki pada budaya Sunda bukanlah kebetulan. Ia melihat keunikan dan kedalaman nilai yang terkandung dalam bahasa dan sastra Sunda. 

Miki memahami bahwa di balik pantun, sajak, atau cerita Sunda, tersembunyi pandangan hidup yang selaras dengan alam dan komunitasnya.

Salah satu pencapaian terbesarnya adalah menyusun buku-buku pelajaran bahasa Indonesia untuk pelajar Jepang. 

Dalam buku-buku ini, ia sering memasukkan unsur budaya Sunda, memperkenalkan tradisi yang mungkin terdengar asing bagi pembacanya tetapi kaya akan makna.


Penghormatan pada Tradisi Lokal

Miki tidak hanya mempelajari budaya Sunda dari kejauhan. Ia sering berkunjung ke Jawa Barat, berinteraksi dengan masyarakat lokal, dan berbicara dalam bahasa Sunda dengan fasih. 

Di berbagai seminar, termasuk di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, ia berbagi pandangannya mengenai transformasi budaya Sunda di era modern.

Karya-karya dan dedikasi Miki menunjukkan bahwa ia bukan sekadar peneliti, tetapi juga sahabat sejati bagi budaya Sunda. 

Dengan penuh hormat, ia merangkul tradisi ini dan menjadikannya bagian dari hidupnya.


Warisan Seorang Penghubung Budaya

Mikihiro Moriyama adalah bukti nyata bahwa kecintaan pada sebuah budaya tidak mengenal batas. 

Ia adalah jembatan antara Jepang dan Indonesia, antara modernitas dan tradisi, serta antara akademisi dan masyarakat.

Melalui penelitian, pengajaran, dan terjemahannya, Miki telah membangun fondasi yang kokoh bagi pemahaman lintas budaya.

Baginya, Sunda bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sumber inspirasi yang tak pernah habis digali.