Romansa Bandung

Partai Rakyat Pasundan: Gerakan Federalis Pro-Belanda di Jawa Barat

Rakyat Jawa Barat yang menghadiri rapat umum pendirian Negara Pasundan di Alun-Alun Bandung tahun 1947. (Nationalarchief.nl)

“Partai Rakyat Pasundan lahir dari sebagian kecil tokoh di Jawa Barat yang kurang menyukai semangat Proklamasi 1945.”

RomansaBandung.com – Partai Rakyat Pasundan (PRP) merupakan sebuah partai politik yang didirikan oleh RAAM Surya Kartalegawa pada tanggal 18 November 1946 di Bandung, Jawa Barat.

Partai ini muncul di tengah suasana revolusi yang bergolak akibat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) bersama pasukan Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya di Indonesia.

PRP mengusung agenda federalisme dan mendukung pembentukan negara-negara bagian sebagai anggota federasi Belanda, yang merupakan bagian dari strategi Belanda untuk membentuk negara federal di Indonesia guna mengendalikan situasi politik pasca-Perang Dunia II.

Pembentukan PRP dan Proklamasi Negara Pasundan

Belanda, melalui Letnan Gubernur Jenderal Van Mook, mengadakan serangkaian konferensi seperti Konferensi Malino (15-25 Juli 1946), Konferensi Pangkal Pinang (1-12 Oktober 1946), dan Konferensi Denpasar (24 Desember 1946) untuk mempersiapkan pembentukan negara-negara bagian di Indonesia.

Di wilayah Jawa Barat, RAAM Surya Kartalegawa, seorang bangsawan Sunda, merintis gerakan federalis dengan mendirikan PRP sebagai respon terhadap upaya pembentukan negara-negara bagian oleh Belanda.

Tidak seperti di daerah lain, di Jawa Barat tidak ada pemimpin bangsawan yang otonom dan tidak ada yang perlu bergantung kepada Belanda.

Namun, PRP di bawah Surya Kartalegawa mengajukan surat kepada Ratu Belanda untuk memohon bantuan dalam pembentukan Negara Pasundan dan menjadi bagian dari federasi Belanda.

Surya Kartalegawa memproklamasikan berdirinya Negara Pasundan pada 4 Mei 1947 di Alun-Alun Bandung, dihadiri ribuan rakyat yang dimobilisasi oleh Belanda.

Proklamasi Negara Pasundan dilakukan di tengah suasana politik yang sangat dipengaruhi oleh Belanda.

Oleh karena itu proklamasi ini tidak mendapat dukungan luas dari tokoh-tokoh Pasundan lainnya seperti Wiranatakusumah, Ir. Djuanda, dan Otto Subrata, yang tetap ingin menjadi bagian dari Republik Indonesia.

PRP menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan legitimasi dan dukungan dari rakyat Jawa Barat.

Ketika PRP ingin menyebarluaskan proklamasinya di Jakarta pada 11 Mei 1947, muncul selebaran yang menyatakan bahwa proklamasi Kemerdekaan Pasundan telah dicabut,

sebagaimana termuat dalam Harian Berita Indonesia.

Dukungan dari rakyat dan tokoh-tokoh Pasundan lebih condong kepada Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Soeria Karta Legawa saat memproklamasikan Negara Pasundan di tahun 1947. (Nationalarchief.nl)
Para tokoh PRP bergerilya mencari dukungan rakyat untuk pendirian Negara Pasundan. (National Archief.nl)

Bubar Karena Kurang Mendapat Dukungan Rakyat

Belanda, menyadari kurangnya dukungan terhadap Surya Kartalegawa, akhirnya membentuk pemerintahan peralihan melalui Konferensi Jawa Barat yang pertama pada 12-19 Oktober 1947.

Partai Rakyat Pasundan, yang merasa lebih dulu mendirikan Negara Pasundan, menolak hadir dalam konferensi ini.

Namun, hasil konferensi tersebut menetapkan Hilman Djajadiningrat sebagai Ketua Recomba Jawa Barat dan mengangkat tokoh-tokoh Sunda dalam pemerintahan peralihan ini.

Dalam perjalanan waktu, Negara Pasundan bentukan Belanda di bawah pimpinan RAA Hilmi Djajadiningrat dan Wiranatakusumah lebih mendapat dukungan rakyat Pasundan karena melibatkan banyak tokoh Sunda dalam konferensi-konferensi yang lebih republiken.

Wiranatakusumah, sebagai Presiden Negara Pasundan, akhirnya memainkan peran penting dalam menjaga hubungan dengan Republik Indonesia.

Pada saat penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949, pengaruh Surya Kartalegawa dan PRP mulai meredup.

Surya Kartalegawa terlibat dalam pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling pada 23 Januari 1950, yang berusaha mempertahankan negara federalis.

Pemberontakan ini menambah catatan negatif terhadap Surya Kartalegawa dan PRP.

Akhirnya, pada 30 Januari 1950, Wali Negara Pasundan Wiranatakusumah menyatakan niatnya untuk menyerahkan mandat kepada Parlemen Pasundan.

Pada 8 Maret 1950, Negara Pasundan resmi dibubarkan dan kembali bersatu dengan Republik Indonesia.

Dengan bubarnya Negara Pasundan, berakhir pula riwayat Partai Rakyat Pasundan yang pro-Belanda.