Perjalanan Sejarah Reak Dogdog: Dari Ritual Nyawah Hingga Seni Pertunjukan Khitan
RomansaBandung.com – Reak, atau sering disebut juga Reog, berasal dari kata “reak” atau “reog” yang artinya bikin gaduh atau ribut.
Kesenian ini sudah ada sejak zaman Majapahit, masuk Jawa Barat pas jaman Islam di Kesultanan Cirebon.
Terus menyebar ke Sumedang sampai Ujungberung – Bandung. Awalnya, Reak jadi bagian ritual budaya nyawah buat berkebun padi.
Asal Mula Reak
Tahun 1952, Abah Nurfa’i, pedagang dari Sumedang, bersama teman-temannya memodifikasi Reak menjadi bagian ritual “Ngaronggeng” untuk panen padi di Ujungberung Tempo Doeloe.
Tahun 1962, Aki Rahma dan Abah Juarta dari Cinunuk mengubah Reak jadi seni pertunjukkan buat arak anak khitan.
Mereka menghilangkan suara waditra angklung, biar suara dogdog jadi lebih dominan. Jadi disebut “Reak Dogdog.”
Reak Dogdog ini seni seru yang jalan-jalan keliling kampung buat acara khitan.
Awalnya dari rumah yang punya hajat, terus balik lagi ke situ. Rutenya fleksibel, tergantung selera penonton.
Ada yang jalan, ada yang cuma atraksi di tempat (dogcing).
Pemainnya ada sinden, pemain reak, sama nayaga dengan alat musik tilingtit, tong, berung, sama badumbamplak.
Zaman sekarang, tambahin bedug sama tarompet. Buat suara lebih keras, ditambah pengeras suara. Lagunya juga punya makna soal kehidupan dan bersyukur kepada Tuhan.
Lama kelamaan, pemainnya sampe kayak trance.
Efek trance jadi bagian dari Reak Dogdog, nunjukin interaksi antara pelaku seni, malim, masyarakat, dan makhluk gaib.
Akhirnya, pemain sadar dari trance.