Potret Memilukan Kudeta APRA di Bandung Januari 1950
RomansaBandung.com – Pasca pengakuan kedaulatan dari Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Indonesia sempat berubah sejenak menjadi sebuah negara serikat pada tahun 1950.
Klo kita bandingkan sekarang kurang lebih bentuk negara Indonesia Serikat itu menyerupai Amerika Serikat atau Malaysia saat ini. Nama resmi Indonesia sendiri saat itu adalah Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan 7 negara bagian sebagai anggotanya serta berbagai satuan daerah otonom.
Salah satu dari 7 negara bagian itu ialah Negara Pasundan dengan wilayah seluas Jawa Barat masa kini ditambah DKI Jakarta yang saat itu bernama Daerah Federal Jakarta. Serupa Provinsi Jawa Barat Bandung bertindak sebagai ibukota negara itu.

Walaupun Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia tapi sebagian kecil dari bekas pasukan mereka masih berada di Indonesia. Kebetulan dari dulu Bandung ini adalah basis militer KNIL. Oleh karena itu sisa-sisa kesatuan tentara Belanda ini ditempatkan di Bandung.
Pembubaran Negara Pasundan dan Ancaman Westerling
Pada satu sisi angin politik saat itu sedang berhembus kencang. Banyak tokoh politik beserta sebagian besar orang Indonesia menuntut pembubaran negara-negara bagian anggota RIS termasuk Negara Pasundan.
Mereka menilai negara-negara ini tak lebih daripada negara boneka buatan Belanda yang dibuat khusus untuk memecah belah bangsa Indonesia.
Mereka lebih menginginkan sebuah negara kesatuan yang lepas dari campur tangan Belanda. Kelompok pengusung negara kesatuan ini kelak dikenal sebagai kelompok unitaris.
Read More: Nekat Proklamasi-kan Negara Pasundan di Alun-Alun Bandung, Soeria Kartalegawa Justru dimarahi Ibunya
Pada sisi kutub yang lain lawan dari kawan unitaris ialah kelompok federalis. Mereka tetap berusaha berkeinginan untuk mempertahankan bentuk negara federal yang ada.
Di Bandung Kelompok ini banyak mendapat sokongan dari sisa bekas kesatuan militer Belanda yang tergabung dari Regiment Speciale Troepen (RST).
Kebanyakan dari anggota resimen ini berasal dari orang-orang pribumi yang sangat pro-Belanda dan ikut bertempur memerangi TNI selama masa Revolusi. Tapi pimpinan kelompok ini seorang Belanda-Yunani kelahiran Turki yang terkenal sangat brutal bernama Kapten Raymond Westerling. Nama Si Westerling sempat booming saat membantai ribuan orang pro-Republik Indonesia di Sulawesi Selatan sekitar tahun 1947.
Westerling bersama pasukannya dari Resimen KST tahun 1948 di Batujajar, Cimahi (Nationalarchief.nl)[/caption]
Saat Negara Pasundan berada di ambang pembubaran dan diintegrasikan ke dalam Republik Indonesia yang saat itu merupakan salah satu negara bagian RIS.
Westerling marah dan mengirim surat ancaman akan adanya perang besar pada Perdana Menteri RIS, Muhammad Hatta. Westerling juga mengultimatum pemerintah dalam 7 x 24 jam untuk mengakui pasukannya sebagai Pasukan Negara Pasundan.
Hatta yang berang mengindahkan ancaman Westerling dan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Westerling. Tapi dengan lihai Westerling masih bisa bergerak liar apalagi secara diam-diam tampaknya dia didukung oleh para petinggi militer Belanda yang masih ada di Indonesia.
Serbuan Pasukan APRA dan Kudeta di Bandung

Berang karena ancamannya tak diindahkan tepat 23 Januari 1950 Westerling menggerakan pasukannya yang berasal sisa-sisa kesatuan pasukan khusus Belanda menyerbu Bandung. Westerling bersama pasukannya menamai diri mereka sebagai Pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pasukan APRA juga menganggap diri mereka sebagai Tentara Negara Pasundan yang berusaha mempertahankan negara itu dari pembubaran.
Westerling dan pasukannya menyerbu kota Bandung dari markas mereka di Batujajar melalui Jalan Raya Pos. Dia dan pasukannya bertindak sangat brutal dengan menembaki dan membunuh anggota TNI dan sejumlah warga sipil yang mereka temui di Jalan.



Gerombolan Pasukan APRA Westerling tidak hanya membunuh anggota TNI yang mereka temui tapi juga sejumlah warga sipil. Kurang lebih sekitar 100 orang tewas akibat keganasan mereka.
Pasukan Westerling lalu menyerbu markas Divisi Siliwangi (Jalan Lembong Kini) dan mendudukinya. Kapten Lembong dan ajudannya yang tengah ditugaskan membuat pusat pendidikan militer di Bandung dibunuh dengan kejam.



Tapi sial bagi Westerling, gerakannya ini sama sekali tidak mendapat simpati serta dukungan. Pasukan bekas KNIL lain yang dia harapkan akan turut bergabung dan membantunya dalam kudeta tidak kelihatan.
Begitu juga dengan Pasukan DI/TII yang saat itu sedang memberontak di pedalaman Jawa Barat sama sekali tidak muncul. Padahal dia sudah bersepakat untuk saling bantu bahu membahu bersama dalam rencana kudeta di Bandung.
Westerling lantas kabur ke Jakarta sementara sisa pasukannya kembali ke tangsi militer mereka. Pemerintah Indonesia sekali lagi mengeluarkan surat perintah penangkapan kepadanya. Belanda yang memang belum sepenuhnya ikhlas atas kemerdekaan Indonesia membantu melancarkan pelariannya ke Singapura dengan menumpang pesawat Catalina milik Belanda.
Westerling pun berhasil kabur dan hingga akhir hayatnya dia tidak pernah diadili atas kejahatan perangnya di Indonesia terutama dalam Kudeta APRA di Bandung yang menewaskan banyak prajurit TNI dan warga sipil.