R.A.A. Martanagara: Bupati Bandung yang Visioner
RomansaBandung.com – R.A.A. Martanagara adalah salah satu tokoh berpengaruh dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Dilahirkan pada tanggal 9 Februari 1845, Martanagara menjadi Bupati Bandung pada tahun 1893, ketika usianya sudah mencapai 48 tahun.
Sebelum menjabat sebagai Bupati Bandung, Martanagara sudah memiliki pengalaman yang luas di bidang pemerintahan.
Sebagai Demang Patih di Mangunreja Tasikmalaya, ia telah memperlihatkan dedikasinya terhadap pembangunan dan kemajuan daerah.
Kepemimpinannya sebagai Bupati Bandung terkenal akan berbagai program revolusionernya.
Salah satu pencapaian utama Martanagara adalah program penanaman singkong secara besar-besaran untuk mengisi kas daerah.
Singkong saat itu sedang diminati di pasar internasional, dan hasilnya digunakan untuk memperluas area persawahan serta memperbaiki sistem irigasi.
Keberhasilannya dalam proyek-proyek ini membuat luas area persawahan di Kabupaten Bandung meningkat signifikan, dari 800.000 bau pada tahun 1896 menjadi 1.000.000 bau pada tahun 1912.
Bapak Pembangunan Bandung
Martanagara juga dikenal karena upayanya membangun infrastruktur dan prasarana publik yang penting bagi kemajuan daerahnya.
Ia membangun jembatan bambu di beberapa sungai besar di sekitar Bandung untuk mempermudah akses keluar masuk daerah.
Proyek ini mendapat pengakuan karena dinilai memiliki tingkat keahlian teknik yang tinggi, sehingga disangka sebagai seorang insinyur teknik lulusan Belanda.
Selain itu, Martanagara turut membangun irigasi di beberapa taman di Bandung, seperti Taman Merdeka, Taman Nusantara, Taman Maluku, dan Taman Ganesha, yang kini menjadi bagian penting dari kota tersebut.
Pendukung Pendidikan Bagi Kalangan Wanita
Salah satu langkah progresif Martanagara adalah mendukung pendidikan, termasuk pendidikan untuk kaum perempuan.
Meskipun rencana untuk membuka sekolah bagi kaum perempuan pada masa itu dianggap kontroversial, Martanagara memperlihatkan kecintaannya pada kemajuan dengan mengizinkan Raden Dewi Sartika membuka sekolah di halaman rumah dinasnya.
Sebagai pengakuan atas jasanya, Martanagara menerima berbagai penghargaan dari pemerintah kolonial, termasuk gelar adipati dan payung emas, serta penghargaan dari Raja Siam.
Setelah 25 tahun menjabat sebagai Bupati Bandung, Martanagara memutuskan untuk mundur pada tahun 1918 karena usia yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja dengan fokus.
Ia kemudian menghabiskan masa tuanya di Sumedang, tanah kelahirannya.