Raga Mulya: Raja Sunda Terakhir Yang Misterius
RomansaBandung.com – Di zaman kejayaan dan kemunduran Kerajaan Sunda, tersembunyi cerita menarik tentang seorang raja terakhir yang mengukir namanya dalam sejarah dengan megahnya.
Namanya adalah Raga Mulya, sosok yang mengangkat mahkota Kerajaan Sunda pada tahun 1567, menggantikan sang Ratu Nilakendra.
Tetapi kisahnya tak hanya terjalin dalam nama, karena di baliknya tersembunyi konspirasi dan pengkhianatan yang menggetarkan.
Pengkhiatan Menghancurkan Kerajaan Padjajaran
Kerajaan Sunda pada masa itu tidak hanya sekadar tanah dan bangunan; ia adalah satu era.
Tempat magis di Pakuan Pajajaran menjadi jantungnya, di mana kehormatan dan takhta bermuara.
Namun, Raga Mulya, yang dikenal juga sebagai Prabu Suryakancana, tidak berkendali di Pakuan, melainkan di Pulasari, Pandeglang.
Julukannya sebagai Pucuk Umun (Panembahan) Pulasari memberi makna baru pada takhta kekuasaannya.
Namun, tidak ada keabadian dalam takhta.
Seperti sinar bulan Wesaka yang akhirnya meredup, demikian juga Kerajaan Sunda. Tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka, atau sekitar 8 Mei 1579 M, menjadi detik terakhir bagi Kerajaan Sunda.
Begitu diwartakan dalam naskah-naskah kuno, seperti suara angin yang membawa pesan masa silam.
Pada saat itu, Kerajaan Banten bersiap-siap melancarkan serangan ke Pakuan.
Namun, apa yang mereka temukan adalah pengkhianatan dari dalam.
Komandan benteng Pakuan, yang telah merasa diabaikan dalam pangkatnya, akhirnya membuka pintu benteng itu untuk pasukan Banten.
Pengkhianatan malam itu menciptakan celah yang tak terduga dalam pertahanan, mengubah takdir Kerajaan Sunda.
![](https://romansabandung.com/wp-content/uploads/2023/08/Palangka_Sriman_Sriwacana_foto_dokumen_bogorheritage.net_.jpg)
Tak Ada Lagi Penobatan Raja Sunda
Namun, di balik kejayaan penaklukan, ada keruntuhan yang lebih dalam.
Palangka Sriman Sriwacana, takhta di mana para raja Sunda dulu dinobatkan, kini dirampas oleh pasukan Maulana Yusuf dari Pakuan ke Surasowan di Banten.
Ini adalah simbol akhir bagi era Kerajaan Sunda yang tumbang.
Palangka, tempat duduk yang pernah menjadi singgasana para raja, sekarang menjadi simbol perubahan dan perpindahan kekuasaan.
Di tengah semua intrik dan kisah yang melegenda, Palangka Sriman Sriwacana tetap bersinar.
Batu berukuran besar itu tidak hanya mengkilap dalam cahaya, tetapi juga dalam ingatan orang-orang.
Tetap berdiri di depan bekas Keraton Surasowan, ia menjadi saksi bisu perubahan besar yang pernah melanda Sunda. Watu gigilang, batu yang berseri, mengingatkan kita pada megahnya Kerajaan Sunda yang pernah ada, meskipun telah menjadi bagian dari masa silam yang hanya terpatri dalam sejarah.