Stasiun Radio Malabar Kini dan Dulu
RomansaBandung.com – Di tahun 1923 untuk pertama kalinya Bandung dan Belanda yang berjarak sekitar 12.000 kilometer terhubung secara langsung melalui pemancar radio canggih.
Suara orang yang berada di Bandung menjadi begitu terdengar dengan jelas di Belanda begitu juga sebaliknya. Nama pemancar radio ini kemudian dikenal sebagai Stasiun Radio Malabar.
Nama Malabar dibelakang dari nama stasiun radio ini merujuk dari nama gunung tempat stasiun ini berada. Lebih tepatnya berada di salah satu anak gunungnya yang bernama Gunung Puntang. Oleh karenanya nama stasiun Radio ini menjadi stasiun Radio Malabar.
Berawal dari keinginan Menghubungkan Negeri Induk dan Jajahan
Di tahun 1914 hingga 1918 terjadi Perang Dunia I. Hubungan antara negeri induk yakni Belanda dan negara-negara jajahannya termasuk Hindia Belanda (Indonesia) mengalami gangguan. Meskipun Belanda saat itu tidal terlibat dalam perang dan memilih untuk bersikap netral. Namun perang itu nyatanya hampir memutustkan perhubungan antara Belanda dan wilayah-wilayah jajahannya.
Oleh karena itu Belanda berinisiatif untuk membangun jaringan radio canggih ke Hindia Belanda. Untuk mengimplementasikan rencana itu Belanda memilih Willem Smit & Co’s Transformatorenfabriek memasok kumpran besar dan trafo.
Untuk memasok tenaga listrik dibangunlah PLTA di Dago, Plengan dan Lamadjan serta Dayeuhkolot. Lalu dibangun antena sepanjang 2 kilometer antara Gunung Puntang dan Halimun. Antena itu diarahkan ke Belanda dari Gunung Puntang.
5 Mei 1923 Dirk Fork yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda meresmikan stasiun radio ini. Peresmian itu dilakukan dengan mengirim telegraf radio kepada Ratu Belanda dan Menteri Urusan Koloni. Pesan pertama yang diucapkan ialah “Hallo, Hallo Bandoeng.”
Kata “Hallo Bandoeng.” inilah yang kemudian menjadi sebuah lagu berbahasa Belanda yang diciptakan oleh Wietieke Van Dort. Lagu itu berkisah tentang seorang nenek di Negeri Belanda yang untuk kali pertama mendengarkan suara cucunya negeri jajahan nan-jauh Hindia Belanda.
Hancur Lebur Setelah Kemerdekaan
Di tahun 1942 Jepang menginvasi Hindia Belanda termasuk menguasai Bandung. Stasiun Radio Malabar sebagai salah satu asset utama Pemerintah Hindia Belanda tak luput dari penguasaan Jepang.
Selama pendudukan Jepang, Stasiun radio itu difungsikan sebagai alat penyebaran propaganda Jepang dalam rangka memenangkan kampanye Perang Jepang di Asia dalam Perang Dunia ke 2. Jepang juga mengganti nama stasiun radio itu menjadi Hooshoo Kanri Kyoku.
Saat Jepang menyerah kepada sekutu dan Indonesia merdeka di tahun 1945. Para pejuang Republik sempat menduduki stasiun Radio itu. Namun saat peristiwa Bandung Lautan Api berlangsung para pejuang menghancurkan dan membakarnya hingga tak bersisa. Hal ini dilakukan agar Belanda tidak menggunakannya.
Akibatnya stasiun radio itu hancur hampir tak berbekas dan yang tersisa hanyalah kenangan akan kecanggihan stasiun itu di masanya.