Romansa Bandung

Tembang Sunda Cianjuran: Jejak Seni dan Tradisi dari Cianjur

Penyanyi Tembang Cianjuran

“Bandung sebagai sebuah destinasi wisata telah begitu banyak menarik minat para pelancong Eropa di Masa Kolonial.”

RomansaBandung.com – Di tempat kelahirannya, Cianjur, kesenian vokal tradisional Sunda ini dikenal dengan nama mamaos. Istilah tembang Sunda Cianjuran baru mulai digunakan sejak tahun 1930-an dan secara resmi dikukuhkan pada tahun 1962 melalui Musyawarah Tembang Sunda sa-Pasundan di Bandung.

Mamaos merupakan bentuk seni vokal Sunda yang diiringi oleh alat musik seperti kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan/atau rebab.

Menurut penelitian Dian Hendrayana dkk., istilah tembang Sunda Cianjuran sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kawih Cianjuran.

Sejarah dan Perkembangan Seni Cianjuran

Mamaos lahir pada masa pemerintahan Bupati Cianjur, RAA. Kusumaningrat (1834—1864), yang juga dikenal dengan nama Kangjeng Pancaniti.

Awalnya, mamaos dinyanyikan oleh kaum pria.

Namun, pada perempat pertama abad ke-20, mamaos mulai dipelajari oleh kaum wanita.

Beberapa juru mamaos wanita yang terkenal antara lain Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.

Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, dan tembang macapat Jawa, yaitu pupuh.

Lagu-lagu mamaos yang diambil dari seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, juga disebut lagu Pajajaran.

Sementara itu, lagu-lagu yang berasal dari pupuh disebut tembang.

Keduanya menunjukkan aturan rumpaka (teks) dengan teknik vokal Sunda. Seiring waktu, kedua teknik pembuatan rumpaka ini digabungkan, sehingga lagu-lagu papantunan banyak dibuat dengan aturan pupuh.

Pada masa pemerintahan Bupati RAA. Prawiradiredja II (1864—1910), seni mamaos mulai menyebar ke daerah lain.

Tokoh mamaos seperti Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853—1928) memainkan peran penting dalam penyebarannya.

Beliau sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke berbagai kabupaten di Priangan, termasuk oleh Bupati Bandung RAA. Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920—1931 & 1935—1942).

Pertunjukkan dan Fungsi

  • Wanda Papantunan: Papatat, Rajamantri, Mupu Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat, Putri Layar, Pangapungan, Rajah, Gelang Gading, Candrawulan.
  • Wanda Jejemplangan: Jemplang Panganten, Jemplang, Cidadap, Jemplang Leumpang, Jemplang Titi, Jemplang Pamirig.
  • Wanda Dedegungan: Sinom Degung, Asmarandana Degung, Durma Degung, Dangdanggula Degung, Rumangsang Degung, Panangis Degung.
  • Wanda Rarancagan: Manangis, Bayubud, Sinom Polos, Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom Liwung, Asmarandana Rancag, Setra, Satria, Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan, Porbalinggo, Erang Barong.
  • Wanda Kakawen: Sebrakan Sapuratina, Sebrakan Pelog, Toya Mijil, Kayu Agung.
  • Wanda Panambih: Budak Ceurik, Toropongan, Kulu-kulu Gandrung Gunung, Renggong Gede, Panyileukan, Selabintana, Soropongan.