Berjuang di Perang Aceh, Mengapa Makam Tjoet Nyak Dhien Malah Berada di Jawa Barat?
RomansaBandung.com – 1901, usia Tjoet Nyak Dhien kala itu sudah menginjak senja. Akan tetapi dia masih terus bersemangat bertempur melawan Belanda yang telah merampas kemerdekaan negerinya. Tapi tidak bisa dipungkiri secara perlahan usia senja telah merapuhkan tubuhnya. Di saat itu penghilatannya mulai terganggu dia mulai terkena katarak.
Salah seorang panglimannya bernama Pang Laot iba melihat kondisinya. Tanpa sepengetahuan Tjoet Nyak Dhien Pang Laot menemui komandan pasukan Belanda dan memberitahu posisi serta kondisi Tjoet Nyak Dhien. Belanda yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk membekuk buruan utamanya ini lantas mengirim pasukan untuk mengepung persembuyian Tjoet Nyak Dhien.
Tanpa perlawanan yang berarti Belanda sukses menangkap Tjoet Nyak Dhien bersama pengikutnya.
Dibuang ke Sumedang
Belanda membawa Tjoet Nyak Dhien ke Banda Aceh. Disana penyakitnya berangsur pulih berkat perawatan yang diberikan Belanda. Namun meskipun berada dalam tahanan Belanda, pengaruh Tjoet Nyak Dhien tidak pernah memudar. Belanda yang ketakutan munculnya perlawanan baru memutuskan untuk membuat Tjoet Nyak Dhien ke Sumedang, Jawa Barat.
Di Sumedang Belanda menutupi identitas asli Tjoet Nyak Dhien. Meskipun begitu tetap saja kedatangannya menarik perhatian banyak orang termasuk bupati Sumedang saat itu Suriaatmadja. Banyak orang kemudian menganggumi keahlian Tjoet Nyak Dhien dalam agama Islam.
Lantas banyak orang-orang Sumedang memilih belajar agama kepadanya. Konon meskipun di akhir hayatnya Tjoet Nyak Dhien mengalami gangguan penglihatan dia masih bisa mengajar Al-Qur’an. Karena ternyata Tjoet Nyak Dhien ini hafal isi Al-Qur’an.
Di tahun 1908 Tjoet Nyak Dhien wafat di Sumedang. Jenazahnya kemudian dikebumikan di pemakaman keluarga milik K.H. Ahmad Sanusi.
Makam Tjoet Nyak Dhien sempat hilang
Selama puluhan tahun makam Tjoet Nyak Dhien sempat hilang tidak terlacak. Setelah Indonesia merdeka di tahun 1959 Gubernur Aceh Ali Hasan berhasil menemukan makamnya kembali didasarkan arsip-arsip Belanda.
Di tahun 1987 makamnya dipugar oleh pemerintah Aceh dengan pembuatan pagar disekeliling makam, monumen peringatan hingga sebuah meunasah (Musholla). Sejak saat itu makamnya kembali sering dikunjungi entah itu oleh masyarakat Aceh yang berada di pulau Jawa maupun orang luar Aceh.