Tiga Kota dengan Gaya Arsitektur Kolonial yang Memukau
RomansaBandung.com – Indonesia, yang selama berabad-abad berada di bawah kendali kolonial Belanda, meninggalkan jejak sejarah yang mendalam, salah satunya melalui arsitektur bangunan yang megah dan unik.
Tiga kota besar di Pulau Jawa—Jakarta, Semarang, dan Bandung—masih menyimpan sisa-sisa kejayaan masa lampau melalui kawasan kota tua yang ikonik, menawarkan wisata sejarah dan budaya yang tak tertandingi.
Di setiap sudutnya, arsitektur kolonial Eropa terjalin erat dengan cerita perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di masa kolonial.
Inilah sekelumit kisah tentang Kota Tua Jakarta, Kota Lama Semarang, dan Jalan Braga Bandung, tiga destinasi yang menyimpan memori masa lampau dalam balutan bangunan bersejarah.
Kota Tua Jakarta: Sang Permata Asia
Dahulu dikenal sebagai Batavia, Kota Tua Jakarta memegang peranan penting sebagai pusat perdagangan internasional pada abad ke-16.
Dijuluki “Permata Asia” dan “Ratu dari Timur” oleh para pelayar Eropa, Batavia menjadi episentrum perdagangan bagi dunia Timur.
Lokasi strategis di tepi Sungai Ciliwung dan dekat Pelabuhan Sunda Kelapa menjadikan Batavia pusat administrasi utama Hindia Belanda dan tempat bertemunya berbagai bangsa.
Arsitektur Kota Tua Jakarta memancarkan pesona khas Eropa abad ke-17, ditandai dengan kanal-kanal yang dahulu membelah kota dan bangunan bergaya Barok yang didirikan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Beberapa bangunan paling menonjol, seperti Museum Fatahillah (dulunya Balai Kota Batavia), Museum Bank Indonesia, dan Toko Merah, masih berdiri megah hingga kini.
Di sekitar Lapangan Fatahillah, kita bisa merasakan atmosfer masa lalu, seolah terserap ke dalam ritme kehidupan kota kolonial yang pernah berjaya.
Namun, tak semua peninggalan Batavia selamat dari perubahan zaman. Beberapa bangunan, seperti Benteng Batavia, harus hancur untuk memenuhi tuntutan modernisasi.
Pada tahun 1972, Gubernur Ali Sadikin menetapkan Kota Tua sebagai kawasan cagar budaya untuk melindungi warisan sejarah dan arsitekturnya.
Hingga kini, meskipun banyak bangunan yang membutuhkan perbaikan, Kota Tua Jakarta tetap menjadi destinasi utama bagi mereka yang ingin menyusuri jejak masa lalu Jakarta.


Kota Lama Semarang: Little Netherland di Tengah Jawa
Kota Lama Semarang adalah saksi bisu sejarah kolonial Belanda di Jawa Tengah, tempat di mana waktu seakan berhenti di tengah gedung-gedung megah peninggalan abad ke-18 dan ke-19.
Kawasan ini, yang sering disebut “Little Netherland,” menghadirkan suasana Eropa di tengah terik tropis Jawa.
Pada masa jayanya, Kota Lama menjadi pusat perdagangan yang sangat penting di bawah kekuasaan VOC, diperkuat oleh pembangunan Benteng Vijfhoek untuk melindungi wilayah ini dari ancaman luar.
Benteng yang dulu mengelilingi Kota Lama kini tinggal kenangan, namun kanal-kanal yang dahulu dibangun untuk mengendalikan banjir dan memudahkan transportasi barang masih bisa disaksikan hingga saat ini.
Kota Lama menjadi simbol kekayaan sejarah arsitektur kolonial yang terjaga dengan baik.
Gereja Blenduk, ikon Kota Lama, dengan atap kubahnya yang megah, serta Gedung Marba, yang dulu menjadi pusat perdagangan, kini berfungsi sebagai saksi masa lalu.
Melangkah di sekitar Taman Srigunting, yang dahulu menjadi lapangan parade militer, kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat Eropa yang tinggal di kawasan ini.
Semarang berusaha menjaga keutuhan Kota Lama sebagai kawasan warisan dunia, dengan renovasi beberapa gedung tua dan pemeliharaan struktur bangunan.
Kota Lama Semarang kini bersiap untuk diusulkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, menambah kebanggaan masyarakat Semarang terhadap warisan leluhur mereka.


Jalan Braga Bandung


Bandung, dengan pesona alam pegunungan dan udara sejuknya, pernah dikenal sebagai “Parijs van Java” (Paris dari Jawa) pada masa kolonial Belanda.
Salah satu alasan utamanya adalah Jalan Braga, jalan kecil yang berubah menjadi kawasan eksklusif dengan butik, kafe, dan pertokoan bergaya Eropa di awal abad ke-20.
Seiring waktu, Jalan Braga menjadi simbol kemewahan dan gaya hidup modern, tempat para saudagar dan pejabat kolonial menikmati suasana urban yang mirip dengan Paris.
Arsitektur gedung-gedung di sepanjang Jalan Braga, seperti Gedung Merdeka (dulunya Societeit Concordia), masih memancarkan aura kolonial.
Jalan ini tidak hanya menjadi tempat belanja barang mewah, tetapi juga pusat hiburan malam bagi kalangan elit.
Gaya arsitektur klasik Eropa masih bisa kita nikmati hingga kini, dengan bangunan yang mempertahankan fasad bergaya Art Deco dan ornamen-ornamen indah di sepanjang jalan.
Meskipun kini Bandung telah berubah menjadi kota modern yang penuh inovasi, Jalan Braga tetap menjadi destinasi nostalgia.
Seniman Sunda seperti Nano Suratno pernah menggubah lagu tentang keindahan Jalan Braga, memperkuat statusnya sebagai ikon budaya di Jawa Barat.