Kisah Ekspedisi Gubernur Jenderal Hindia Mencari Istana Pakuan Padjajaran
RomansaBandung.com – Pada awal abad ke-18, seorang pejabat tinggi VOC bernama Abraham van Riebeeck, putra Jan van Riebeeck, pendiri Cape Town di Afrika Selatan, melakukan serangkaian ekspedisi di wilayah Bogor dan sekitarnya.
Sebagai Inspektur Jenderal dan kemudian Gubernur Jenderal, Van Riebeeck melintasi hutan dan pedalaman untuk memahami kondisi tanah Jawa bagian barat, terutama kawasan Pakuan, ibu kota kerajaan Sunda yang legendaris.
3 Ekspedisi van Riebeck Menemukan Istana Padjajaran
Pada tahun 1703, Van Riebeeck bersama istrinya memulai perjalanan pertamanya.
Istrinya, dalam perjalanannya ke Pakuan, dibawa dengan tandu, sebuah tanda penghormatan sekaligus kenyamanan bagi mereka yang berstatus sosial tinggi pada masa itu.
Rute yang mereka tempuh dimulai dari Benteng Batavia, menyusuri Cililitan, Tanjung, hingga ke Serengseng, lalu ke Pondokcina, Depok, dan berakhir di wilayah Pakuan melalui Parungangsana, yang sekarang dikenal sebagai Tanah Baru, Bogor.
Perjalanan kedua Abraham van Riebeeck pada tahun 1704 menempuh rute yang sedikit berbeda, meskipun sebagian besar masih sama seperti tahun sebelumnya.
Kali ini, ia memulai dari Benteng Batavia, kemudian melewati Tanah Abang, Karet, dan Ragunan sebelum mencapai Serengseng.
Kemudian, ia meneruskan perjalanan melalui Pondokcina dan Citayam hingga tiba di Pakuan, jalur yang telah dikenalnya dari ekspedisi tahun sebelumnya.
Pada ekspedisi terakhirnya pada tahun 1709, rute yang diambil Van Riebeeck cukup beragam.
Ia menempuh jalur dari Benteng Batavia melalui Tanah Abang, Karet, hingga ke Serengseng, tetapi kemudian bergerak ke arah Pondokpucung dan Bojongmanggis sebelum mencapai Pagerwesi, Kedungbadak, dan Panaragan.
Dalam perjalanan ini, ia selalu memilih arah Empang sebagai jalan masuk ke Pakuan, berbeda dengan Scipio dan Winkler yang datang dari arah Batutulis di selatan.
Pilihan jalur ini memberinya pandangan unik bahwa Pakuan sebenarnya terletak di dataran tinggi, sesuatu yang tidak dapat disadari jika datang dari arah Tajur.
Temuan Parit Pertahanan Istana Pakuan
Catatan Van Riebeeck memperlihatkan beberapa hal menarik mengenai tata ruang dan sistem pertahanan kota Pakuan yang menakjubkan.
Alun-alun Empang, yang ia lewati, ternyata adalah bekas alun-alun luar Pakuan yang dipisahkan oleh parit dalam dari benteng kota.
Parit ini, yang sekarang membentang dari Kampung Lolongok hingga ke sungai Ci Pakancilan, adalah bagian penting dari pertahanan Pakuan.
Di dekat sana, tanjakan Bondongan, yang kini dikenal sebagai jalan masuk utama ke Empang, pada zaman Pakuan merupakan akses sempit yang hanya bisa dilalui oleh seorang penunggang kuda atau dua orang pejalan kaki berdampingan.
Kedua tepi tanjakan Bondongan ternyata dahulu merupakan parit bawah yang terjal dan mengarah ke dasar benteng Pakuan, menjadikannya rintangan alamiah bagi setiap musuh yang hendak menyerang.
Jembatan Bondongan yang kini ramai dilalui warga dulunya merupakan pintu gerbang kota Pakuan.
Van Riebeeck mencatat adanya parit bagian atas di belakang benteng Pakuan yang melingkari bagian tepi kota di sisi sungai Ci Sadane, sebuah pengaturan pertahanan yang canggih pada zamannya.
Pendirian Pondok dekat Suatu Prasasti Kuno
Kunjungan Van Riebeeck yang kedua pada tahun 1704 juga menyimpan kisah tentang pembentukan sebuah pondok peristirahatan di wilayah Pakuan.
Di seberang jalan sebelah barat, dekat dengan tempat yang kini dikenal sebagai patung “Purwa Galih,” Van Riebeeck mendirikan sebuah pondok kecil untuk beristirahat, yang ia sebut sebagai somerhuijsje atau “pondok musim panas.”
Bangunan sederhana ini ia beri nama “Batutulis,” sesuai dengan nama batu prasasti kuno peninggalan Kerajaan Sunda yang terletak di wilayah tersebut.
Seiring waktu, nama ini melekat dan diabadikan sebagai nama daerah sekitar.